Mohon tunggu...
BaksoLahar Nasrulloh
BaksoLahar Nasrulloh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Owner Bakso Lahar, Channel Youtube Dengerin Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fitrah dalam Catatan Sejarah

18 Juni 2018   06:51 Diperbarui: 18 Juni 2018   06:47 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fitrah manusia dalam catatan sejarah. Menelusuri unsur kebaikan. Menelusuri iman dalam dada manusia dari catatan sejarah Nusantara. Agar kita tahu bahwa keyakinan  pada Allah sudah ada sejak manusia di rahim sang ibu.

Manusia tidak sadar bahwa di jiwanya sudah ada benih iman kepada Allah. Namun bagaimana cara Allah menyadarkannya? Menurut Buya Hamka dengan dua hal yaitu Alam sekelilingnya dan persoalan hidup serta kematian.

Alam memberikan dan menopang kehidupan. Matahari, gunung, pohon, batu, sungai memberikan manfaat. Muncullah kepercayaan tuah, angker dan semangat pemujaan. Termasuk pada padi. Iya dinamakan Dewi Sri atau Sang Hiyang Sri.

Dimasa dulu tubuh yang sudah meninggal tidak dikuburkan. Di taruh ditempat yang istimewa di tengah keluarga atau diantarkan ke puncak bukit sebab pengaruhnya masih terasa. Ia seakan masih hidup ditengah kalangan anak cucu. Hingga bertemu dalam mimpi. Entah mana yang lebih besar takut atau cinta. Disinilah timbul pemujaan.

Hujan tak kunjung datang. Padahal sudah waktunya musim hujan. Maka tangan pun menengadah ke langit ke sang Matahari, sang surya, memohon memohon menyelesaikan musim ini sebab dia tampak lebih kuasa dari segalanya. Maka tumbuh kepercayaan kepada segenap yang ada. Menurut Buya Hamka, di Sumatera Tengah ada sungai Batang Hari. Dan Hari itu pun nama Tuhan.

Jatuh sakit mendorong manusia untuk meminta pertolongan. Mantra dan jampi diucapkan untuk memanggil ruh nenek moyang. Ruh nenek moyang bernama Hyang. Ia berada di puncak gunung. Hyang Tunggal pada nama Gunung Dieng. Gunung Sangiang ( Sang Hyang) di Nusa Tenggara. Parahiyangan di Sunda. Periangan di Padang Panjang.

Muncul perasaan yang membawa kepercayaan kepada puncak dari segala kepercayaan. Yaitu keesaan Tuhan. Yang Mahatinggi dan agung.

Kepercayaan pada gaib telah tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bertumbuh dan berkembangnya akal. Kemudian setelah agama datang bukanlah agama menanamkan sesuatu yang baru, tetapi salah satunya menyelesaikan kekusutan kepercayaan itu dan menyalurkan pada tempatnya.

Andai dalam kehidupan ini tidak ada Tuhan. Pasti manusia akan menciptakan Tuhan sendiri untuk mengisi jiwanya. Bila mendengar kisah Umar Bin Khatab, Saat beliau masih jahiliyah. Dalam Perjalanan dia membuat Tuhan dari gandum. Ketika lapar, gandum itu dimakannya.

Referensi:

Sejarah Umat Islam, Hamka, GIP, Februari 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun