Dunia dikejutkan pernyataan Presiden Donald Trump. Yang mengakui Yerusalem, yang di dalamnya terdapat Al Quds sebagai Ibu Israel. Reaksi dunia Islam dan berbagai negara pun menolaknya, temasuk Indonesia.
Seperti biasa, Israel dan Amerika tetap pongah. Tak bergeming dengan reaksi ini. Karena umumnya, umat Islam hanya bereaksi secara sporadis dan reaktif. Setelah itu melupakannya.
Moment saat ini memang sangat tepat untuk mengokohkan Israel. Mesir, Arab Saudi dan UEA, ditenggarai sedang mesra dengan Israel. Iraq, Yaman, dan Suriah, sibuk dengan kondisi internalnya. Dunia Arab sedang dalam kondisi yang sangat lemah. Hanya Qatar yang masih peduli dengan Palestina.
Secara kenegaraan, negari Islam dalam titik nadir. Namun, bagaimana dengan kondisi umat islam itu sendiri ? Apakah masih tetap lemah tak berdaya. Ini yang sepertinya tidak diperhitungkan Donald Trump.
Fenomena Umat Islam dan Negara Islam sesuatu yang berbeda. Lihat saat Israel melakukan penyerangan ke Gaza, yang bergerak justru umat Islam, bukan negara Islamnya.  Kesadaran akan perjuangan  Umat Islam saat ini sangat kuat. Tidak reaktif, tetapi tersistem.
Saya mencoba melihat fenomena melalui berbagai grup komunitas. Dimana pengakuan dan perlawanan terhadap reaksi Donald Trump cukup cepat.
Seruan membela Palestina pun membahana. Tidak saja dalam grup komunitas yang berbasis keagamaan. Â Namun yang berbasis selain itu pun kencang berbunyi.
Seruan peduli pada  Al Aqsha. Seruan Al Aqsha memanggil. Terus bergulir. Ini akan membangkitkan kesadaran baru akan perjuangan Palestina yang bersifat mendunia. Tidak lagi lokal Palestina, dunia Arab saja tetapi umat Islam sedunia.
Apalagi kajian tentang  semakin dekatnya hari kiamat semakin digandrungi. Salah satunya adalah membebaskan Palestina.Â
Dalam kajian sejarah, saat kezaliman memuncak disitulah kehancurannya.Â