Mohon tunggu...
Dewi Anggar
Dewi Anggar Mohon Tunggu... -

Aku terhenyak, Senyuman membias makna, melambung harapan, mengikis mimpi lalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jardin Secret

14 Januari 2016   07:34 Diperbarui: 14 Januari 2016   07:34 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Musim dingin berlalu menyisakan angin yang berkabar tentang rindu. Apa kabar Ly’? Kuharap Engkau baik-baik saja. Malam ini, dikeheningan yang temaramnya bintang memeluk semesta, menguak arus sungai di langit Maha Luas, aku ingin bercerita sesuatu.

Kau tahu, seperti rahasia yang membungkus langit dan isinya, para filosofi mencoba menguak bahasa alam dalam barisan huruf dan aljabar. Seperti rahasia langit diantara panah yang menghujam kalbu Kahlil Gibran,seperti rahasia surga yang mengkuduskan jemari Bunda Maria, seperti rahasia yang menari dalam lingkaran manis taman Eden, seperti dan seperti ribuan rahasia yang tak terkuak…, aku berhasil Engkau telanjangi !

Sulit bagiku mengulas semua ikhtiar panjang itu. Dalam doa-doa yang terpanjat berharap kelak akan bersambut, sama seperti asap yang menembus ruang bersekat tipis, kedirianmu berhasil merasukku. Tahukah kau, perutku melilit setiap kali mengingat tentangmu. Jantungku berpacuan tak menentu, darahku tersirap, dan buyar konsentrasi terhantam lamunan tentangmu.

Kenapa kau begitu kejam merasukku yang tengah bermain dalam sahaja mimpi yang indah?

Aku selalu benci saat ini, saat aku melemah kehabisan tenaga tanpa alasan yang pasti. Mengarang imajinasi dalam lingkar otakku yang sempit. Mengenangmu sepanjang waktu tanpa pernah kuharap akan berulang, terjadi begitu saja karena dengan sadar aku tahu, ingatanku membuahkan benih-benih rindu yang liar berkembang merumput dalam satu landasan mimpi.

Selalu kuamati gerakmu yang mengalun seperti bayi. Tuturmu yang merajuk melumpuhkan pikirku. Tandas. Aku jatuh. Aku tidak bisa mengelak dan berlari lagi. Seperti orang bodoh aku menggamitmu pelan, melepasmu, lalu berlari kembali mengejarmu. Khawatir setiap retakan di garis-garis jalan akan menggores kakimu yang halus.

Seperti bayi aku hanya ingin menjagamu. Menemanimu di saat-saat petir memborbardir bumi dengan tangisan langit yang menyanyat. Aku tahu, kau selalu takut hujan. Kau tidak bisa tidur hanya karena jantungmu berdetak lebih cepat menyaksikan peperangan di langit. Di saat itu, aku ingin terjaga dan memegang tanganmu, meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja. Semuanya pasti berlalu. Kau tahu pasti, mereka terlalu jauh bahkan untuk menyentuh kita.

Seperti bayi aku hanya ingin bersisian denganmu. Menemanimu di saat-saat kau tertidur karena sakit. Aku tahu betapa dirimu yang kerap kali jatuh sakit. Pikiranmu terlalu rapuh untuk kau tampuk dengan beban. Sudikah kau membagi beban itu denganku? Anggap saja kita adalah timbangan yang saling menyeimbangkan satu sama lain. Di saat itu, aku hanya ingin mengelus rambutmu dan berkata,

“Tenang saja. Ada aku disampingmu.”

Aku menyayangimu. Menyayangimu seperti bayi kepunyaanku.

Bilakah kau mengizinkanku menyambung lingkaran itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun