Mohon tunggu...
Muhammad Rafa Subhannallah
Muhammad Rafa Subhannallah Mohon Tunggu... Akuntan - #NaskahRasubh

Travelling, Culinary, living, etc.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ikatan Perantau dan Corona

18 Maret 2020   21:24 Diperbarui: 18 Maret 2020   21:45 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selasa 17 Maret 2020, dua minggu sudah kasus pertama virus korona masuk ke Indonesia diumumkan Presiden Joko Widodo. Kondisi kian mencemaskan, situasi penuh kewaspadaan ditengah tetap berjalannya aktivitas dari sebagian warga, terutama di Ibu kota bak episentrum merebaknya kasus ini di Indonesia. Percobaan berbagai peraturan, himbauan, ajakan terus digulirkan kepada masyarakat baik dari Presiden, Gubernur, Kepala Daerah, berbagai pengelola gedung perkantoran, dan berbagai elemen yang berupaya serius untuk menangani kasus ini. Himbauan WFH (Work from Home) diumumkan akhir pecan minggu lalu dan terus digencarkan hingga saat ini, namun pada perjalanannya di lapangan tidak memungkinkan semua perkantoran bisa menjalankan ini. Dilema memang negara ini jika harus menerapkan lockdown walau hanya di satu daerah, perekonomian menjadi tiang terpenting, namun kesehatan masih sedikit diatasnya. Hal besar yang sangat disayangkan terutama di Jakarta, sangat menyedihkan jika penanganan kasus seperti ini sering menuai pro dan kontra dalam upaya-upayanya hanya karena adanya blok politik yang seperti sudah mendarah daging di masyarakat, tidak perlu mendetail saya perjelas banyak orang sudah sangat memahami, karena hal itu bukan poin dari naskah ini.

Bagi perantau kasus besar seperti ini tentu sangat meresahkan, apalagi untuk saudara dan kerabat di daerah. Perasaan sangat resah mungkin lebih tepat disematkan bagi keluarga dan sanak saudara di daerah, karena tentu sangat khawatir dengan berbagai pemberitaan dan berfikir berlebihan dari apa yang sebenarnya terjadi. Seruan dan ajakan untuk pulang ke daerah sudah pasti terus diberikan kepada perantau untuk segera kembali ke daerah oleh orang terdekat di zona“ring satu”, namun mundur satu ring atau lebih, orang-orang di zona itu malahan merasa semakin resah jika perantau kembali ke daerah karena di khawatirkan menjadi carrier virus corona. Kekhawatiran-kekhawatiran ini muncul karena sudah mulai banyaknya kampanye melarang orang yang berada di Jakarta untuk mudik, serta orang luar Jakarta untuk jangan datang ke Jakarta agar bisa memutus rantai penularan tersebut.

Dilema ternyata tidak hanya dialami oleh sistem kenegaraan saja, bagi perantau dilema pada diri sendiri juga lebih mengguncangkan pikiran, terutama bagi mereka yang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya atas dasar kebutuhan perusahaan yang menggajinya. Jika mereka melakukan hal nekat untuk tidak berangkat ke kantor seperti arahan pemerintah demi kesehatan, tentu kantor tidak akan akan membiarkan saja jika memang karena takut, berbeda jika sudah merasakan sakit, demam atau lainnya, karyawan akan dihimbau untuk tidak masuk, dan itupun dengan mengurangi jatah cuti bagi sebagian perusahaan. Ini bukan mengenaskan, tapi juga dilema bagi perusahaan untuk menjaga kestabilan di situasi berat ini. Karyawan kebanyakan juga akan selalu mengikuti apa yang diminta perusahaannya walau sudah situasi seperti ini, mereka harus mengubur dalam-dalam kekhwatiran dengan berangkat kerja sembari melakukan langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan. Tidak terjamin memang dibanding mengisolasi diri, namun tetap saja kestabilan ekonomi karyawan kedepannya yang membuat arahan perusahaan menjadi yang paling di dengar, mungkin sampai mereka merasa keberatan atau sakit untuk melanjutkan. Inilah yang disebut kesehatan hanya sedikit tingkat di atas kepentingan ekonomi.

Bagi perantau yang menjalankan sistem di lingkaran ini penuh kekhwatiran jika sesuatu yang sangat dihindari terjadi, apa yang harus dilakukan tentu menjadi pertanyaan. Menerima perawatan sendiri dan di isolasi tanpa memberi kabar kepada keluarga di daerah tentu salah besar, namun jika harus memberi kabar tentang apa yang sebenarnya terjadi juga akan menjadi hal yang sangat menakutkan bagi keluarga, terutama orang-orang diluar “ring satu” yang mendapat kabar tersebut. Tidak tau akan sampai kapan mereka merasa takut walau sudah dinyatakan sembuh dan akan pulang ke daerah. Tekanan sosial juga menjadi masalah yang kebanyakan orang tidak sanggup menahan bebannya.

Di sisi lain ketika perantau merasa sehatpun tidak bisa serta merta langsung pulang ke daerahnya, mereka harus betul-betul memikirkn nasib di lingkungannya jika mereka pulang dan ternyata membawa virus corona. Karena virus tersebut memiliki masa inkubasi yang cukup lama yaitu sekitar 14 hari, maka dari itu semua orang yang sehat tidak bisa juga langsung di cap berarti terbebas dari virus itu sebelum melakukan isolasi diri selama 14 hari dan tetap sehat wal alfiat.

Namun di situsi seperti ini jauh lebih baik jangan ada perantau yang kembali ke daerah serta jangan ada dulu orang daerah yang datang ke Jakarta sampai situasi membaik dan semuanya dapat dijalankan menjadi normal kembali. Ini semua juga demi peretasan rantai penyebaran virus agar tidak menyebar ke daerah lain.

Tetap menjalani pola hidup sehat, selalu waspada tapi bukan panik, hindari keramaian, selalu memberikan jarak kepada orang lain, jangan keluar rumah jika tidak terlalu penting, serta periksakan melalui call center siaga corona jika merasakan gejalanya agar petugas yang datang menghampiri untuk memeriksa.

Bagi perantau bertahanlah, kalian kuat.

#NaskahRasubh

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun