Mohon tunggu...
eddy restuwardono
eddy restuwardono Mohon Tunggu... swasta -

Bersyukur itu enak dan perlu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah Berkarakter untuk Pendidikan Karakter

26 Agustus 2017   15:59 Diperbarui: 11 Oktober 2017   07:35 2277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang merdeka jika gagal untuk mendidik diri sendiri " ( Mgr  Albertus Soegijapranata, SJ).

Hari hari ini kita masih disibukkan lagi  dengan dunia pendidikan. Orang masih sibuk dengan polemik apakah full day school itu perlu diterapkan. Meskipun   banyak sekolah yang sudah menerapkannya dan banyak yang berancang ancang mau menerapkannya entah mengapa.

Sebelumnya orang sibuk berpolemik tentang kurikulum 2013 yang juga mengundang pro dan kontra karena ketidaksiapan guru dan sekolah. Belum lagi tentang masalah pendidikan karakter yang juga mengundang silang pendapat karena banyak pendapat mengatakan pendidikan karakter tidak bisa diserahlan begitu saja  ke sekolah  karena ada peran keluarga di dalamnya.

Tiba tiba saya jadi teringat kutipan yang ada di awal tulisan ini. Kutipan itu saya dapatkan dari buku kecil  berjudul " spiritualitas guru kanisius " terbitan Kanisius 2017 karangan Agustinus Mintara SJ. Kutipan itu adalah refleksi bagi kita dalam mengisi kemerdekaan ini karena pendidikan juga diamanatkan dalam tujuan negri kita sebagaimana  dalam mukadimah UUD 45.

Buku ini adalah buku renungan bagi para guru di lingkunngan yayasan kanisius. Yayasan pendidikan yang akan berulang tahun ke  100 tahun depan atau 27 tahun lebih tua dari usia negara kita.   Dalam buku ini pendidikan dipandang sebagai sebuah dinamika kehidupan  dan relasi hati. Hal yang  juga terjadi dalam  keluarga di rumah kita masing masing. Itu sebabnya guru yang mendidik murid murid perlu punya karakter yang yang pas bagaimana  bersikap dan bertindak sebagai guru yang mendidik anak anak yang diharapkan menjadi anak anak dengan kualifikasi intelegensi dan karakter tertentu.

Dan memang kualifikasi  gurulah yang paling penting. Bukan kualifikasi teknis yang terutama tetapi kualifikasi karakter. Seperti Bapak bangsa Bung Hatta mengatakan " Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki. "

Karakter yang diharapkan dari seorang guru dikutip  dari  buku " Roh sang guru ". Siap sedia, totalitas, cura personalis, kerja keras dan mutu, sense of belonging, melayani dengan rendah hati, bijaksana, memperjuangkan kebenaran, mudah bersyukur, berpengharapan. Jadinya kualitas guru yang diharapkan itu   memang harusnya adalah   pribadi yang kuat yang mampu mengakui, menerima, dan menanggung kelemahan dan kerapuhan orang lain dan terutama dirinya sendiri. (AM Sufianta)

Sementara orang sibuk mengeluh tentang kesejahteraan guru. Malah ada guru yang mengajar ke sana ke mari hanya untuk mengejar kesejahteraan lalu timbul pertanyaan seberapa tinggi gaji guru yang berkarakter baik dan berkualifikasi bagus. Mampukah sekolah membayar guru dengan kualitas dan karakter yang diharapkan ? Pertanyaan yang salah tentunya kalau semua serba diukur dengan uang karena banyak guru guru berkarakter dan berkualitas baik malah mengabdi di pedalaman jauh dari hingar bingar hedonisme..

Memang guru yang baik dalam hal karakter dan kualifikasi bukan dibeli seperti  bintang  sepakbola di klub sepakbola ternama yang diburu dalam bursa transfer pemain. Guru berkarakter baik dan berkualitas bagus itu diciptakan oleh system sekolah dan yayasannya. Karena pendidikan bukanlah rumusan silabus dan catatan administrasi tanpa makna. Sekolah bukanlah gedung dan perangkat pembelajaran belaka. Sekolah adalah komunitas kasih dan relasi hati. Rasanya buku yg kecil  berjudul " spiritualitas guru kanisius " karangan Agustinus Mintara SJ. ini harus ditulis ulang dengan lebih banyak bahan contoh yang hidup yang bisa menggerakkan  hati untuk merenung lebih dalam. To teach is to touch bukankah begitu  ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun