Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama Uang

14 Februari 2017   18:03 Diperbarui: 14 Februari 2017   18:40 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan manusia diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang dipengaruhi oleh tahta, harta dan wanita. Lalu, banyak orang lebih terjebak pada harta. Harta yang berbentuk uang telah menjadi pion dalam mengarahkan idealisme.

Apa masalahnya? Karena moral dibuang. Uang telah menjadi suapan untuk tidak sembahyang. Sang Maha Esa pun diabaikan karena lagi hitung-hitung uang. Uang menjadi makelar. Bahkan cari jodoh pun ke dukun pakai uang.

Serba mahal keperluan hidup. Keserakahan perut menjadi pusat kebinasaan. Dimana-mana terjadi homo homini lupus, saling menikam mematikan. Kehidupan demi uang menjadi solusi utama. Kaya menjadi rentenir, miskin menjadi pengemis. Ada masalah, menjudi.

Revolusi mental, transkip naskahnya tak dibaca orang. Kenapa? Saksikanlah, pejabat-pejabat foya-foya dengan mobil mahalnya, perempuan-perempuan ditampung murah di lokalisasi. Padahal, seburuk-buruknya susah, pasti ada solusinya. Bukankah Allah Ar Razzaq; pemberi rejeki?

Susahnya cara mencari uang, bukan menjadi kepasrahan lalu menikung jalan kehalalan. Halal dan haram telah jelas. Sehingga, jangan hargai diri dengan tindakan tidak terpuji demi selebar yen. Keimanan dikorbankan demi sekeping sen. Sementara keluarga dibohongi dengan uang palsu (baca: uang haram)

Jika diri telah begitu, hukum tak lagi berlaku. Uang sebab salah menjadi benar. Kasih duit kasus jadi ilang. Hakim dibayar, pasal kepalsuan diputuskan. Terdakwa tertawa dalam surga. Sebab, nerakanya disuap dengan uang.

Fenomena lain, uang telah menjadi maha Tuhan, anak muda sombongkan uang-uang orang tuanya, tua-tua keladi bercinta-cinta dengan uang di atas permadani suteranya, yang kaya menimbun, yang miskin pencuri.

Miris benar situasi di abad ini. Jika uang sedemikian mempengaruhi alam sadar. Keimanan lurus suci, jiwa yang bersih tulus, tak akan mendapatkan tempat di hati. Sebab, hati tak terjaga. Pekatlah hitam hati tanpa hidayah.

Apa masalahnya? Agama sesungguhnya dibuang. Agama dianggap tak menyelesaikan masalah hidup. Lagu-lagu shalawat hanya berlagu-lagu saja. Dzikir hanya berulang-ulang diputaran bola-bola tasbih. Ditinggal pergi setelah semenit bertobat.

Kondisi ini telah menjadi penyakit. Dunia pun tengah dibeli dengan uang. Kebenaran tanpa uang menjadi kejahatan. Sementara kejahatan dengan banyak uang menjadi benar. Orang-orang kehilangan rasa berdosa. Padahal, sebenarnya dengan sadar, mereka telah menjual semua harga dirinya. Menghamba karena uang. Sehingga syetan pun berkumpul sambil menaruh sesajen kemenangan.

Terjebaknya dalam dunia merkantilisme, membuat segala roda kehidupan bahagia dalam kesemuan. Semua dianggap bisa mulus dengan fulus. Teori-teori semacam inilah yang akan membahayakan eksitensi manusia di hadapan Tuhan dan kelompok sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun