Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maafkan Aku, Belum Sempurna Untukmu

21 Februari 2018   18:20 Diperbarui: 21 Februari 2018   18:29 2124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Pulau Ay Banda

Usia yang paling bahagia ketika masih kanak-kanak dulu. Memakai pakaian putih merah. Usia-usia kami di kampung  happy no least, selain bermain di pantai sambil menunggu matahari terbenam. Lalu  pantai, gunung adalah warna lukisan di buku ketika bu guru menyuruh menggambar.

Masa itulah saraf kami terdoktrin secara alamiah, menjadi guru adalah dambaan hidup masa depan. Tidak berbangga-bangga, rata-rata para orang tua pun semangat untuk menyekolahkan anaknya ke jurusan belajar mengajar.

Kapur, papan tulis sekaligus tulisan indah, keributan, tangisan adalah kenangan atas bakti sang guru kami tempo dulu. Makanya sungguh besar jasa mereka kepada bangsa. Jangan heran ungkapan berkata guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Semangat hyme gurulah yang terus mengalahkan paradigma pikir saya. Kebetulan di kampung dulu, jika kami ditanya oleh guru," apa cita-cita kalian anak-anak?"Guru...Tentara, Bapa Mantri!"Seru kami lantang. Tiga kata itu saja yang dalam benak kami.

Disitu kobaran juang guru mengalahkan daya tarikku pada yang lain. Bukan yang lain tidak bagus. Tidak. Tetapi, profesi guru telah menyatu dalam darah daging. Ditambah pula asupan keluarga sehari-hari dengan aktivitas itu. Keluargaku keluarga para guru.

Imaji menjadi seorang guru menjadikanku memilih fakultas pendidikan. Tak lain tak bukan ingin menjadi manusia yang bermanfaat lewat ilmu untuk manusia lainnya.

Setelah melewati tahapan pendidikan yang berhotumesse hingga meraih gelar sarjana pendidikan, perlahan saya dihadapkan dengan aksioma regulasi dan realita atas apa yang terjadi dalam dunia yang banyak berkontribusi untuk memanusiakan manusia ini.

Antara cita-cita, asa dan fatwa hati atas dunia nyatanya kadang tidak saling berhimpun. Regulasi menghendaki lain, harapan terlalu meninggi, hati yang gampang terguncang.

Disini, kita dihadapkan dengan siap atau tidak siap terjun ke lapangan. Atau di lapangan memang tak sesuai dengan ekspektasi kita. Bukan simalakama. Akhirnya, santai saja dalam bekerja asal nilai dasarnya tak tereduksi.

Padahal, secara maknawi lembaga edukatif akan baik bilamana semua sistem terpola secara baik.

Benar yang dikatakan oleh salah satu guru di Banda saat kita melakukan  sekolah literasi pulau disana. "Ade-ade, jika kalian ingin jadi guru, maka kalian harus siap miskin." Gaji naik, tunjangan ada diikuti dengan kenaikan harga sembako dan BBM. Pun masalah keprimeran para guru kadang tak pernah diketuk palu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun