Mama, sudah cukup, engkau besarkan beta
Pada usiamu yang telah tua kini, banyak jua mengambil pesonamu.
Engkau diperkosa seperti gadis-gadis di tengah jalan lalu dibuang manis sayangnya.
Engkau dipaksa menyerahkan jiwa ragamu tanpa sebuah penawaran. Ini masa kemerdekaan bangsa kera. Segala hak asasi telah ditumbalkan.Â
Mama sudah cukup, engkau gendong beta.
Disaat beta tidur, bulan bintang di langitmu seakan bersujud padamu. Penuh penghormatan tegak.
Tapi lain dengan mereka, datang mengetuk pintu rumahmu di waktu ayam tak lagi berkokok.
Segala isi rumahmu dirampok. Pala, cengkeh, cili, garam, meja makan dibawa petikan. Besoknya engkau dibawa ke bui karena dituduh menyuap.
Ini siapa salah? Salah tangkap? Atau tangkap salah?
Mama, Tuhan saja tidak sudi atas kehinaan ini. Kehinaan atas susu dibalas tuba.
Sebut saja, apa yang ada dalam kandunganmu, belum dimuntahkan oleh rahimmu saja, mereka sudah berlagak sebagai tuan tanah.Â
Mama, beta  masih muda. Tidak mau mati muda. Mati tanpa bawa nama.
Wahai wajah-wajah mati, bangunlah dari kuburmu. Mayatmu masih hidup.
Dunia tengah dilanda kepura-puraan
Banyak mati dadakan karena padinya dimakan tikus berbadan ular. Belum lagi pencekik timbangan bermain kilogramnya.
Anak-anak bayi mati terpulas di atas tikar. Susu ibunya sudah kering setahun lamanya. Aduh, bangsaku kaya setengah mati.
Lalu baru saja, kemarin ada hukuman mati atas pencuri brankas rakyat. Tapi, pas di tiang gantungan, sang koruptor mendadak sakit.Â
Mama, darah beta masih merah
Tugas beta jaga mama
Jangan ada lai yang biking mama manangis
Kele-kele, baku ika mati
Mama, Indonesiaku.Â
Ambon, 17/10/2017
Pukul 19.16 WIT