Mohon tunggu...
Narwan Eska
Narwan Eska Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemahat Rupadhatu

Berkelana di belantara sastra, berliterasi tiada henti

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

MTCC UNIMMA dan FPMI Dukung Kenaikan CHT untuk Kesejahteraan Petani

14 Desember 2020   12:18 Diperbarui: 14 Desember 2020   12:31 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas petani tembakau di lereng gunung Sumbing, Magelang, Jawa Tengah. (foto: Narwan Eska)

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI telah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau 2021. Kenaikan cukai hasil tembakau tersebut rata-rata sebesar 12,5% dan akan diberlakukan mulai bulan Februari 2021.

Kebijakan ini selaras dengan visi misi Presiden RI yaitu SDM Maju, Indonesia Unggul, melalui komitmen pengendalian konsumsi tembakau demi kesehatan. Namun perlindungan kepada buruh industri rokok, petani tembakau, dan industri rokok tetap diupayakan dengan meminimalisir dampak negatif kebijakan. Sekaligus melihat peluang dan mendorong ekspor hasil tembakau Indonesia.

Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) sebagai organisasi yang salah satu konsentrasinya adalah pada pendampingan petani tembakau, menyambut baik penetapan kebijakan Pemerintah tersebut. Mengingat kenaikan cukai hasil tembakau ini juga memperhatikan nasib para petani tembakau melalui pengaturan ulang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Pengaturan tersebut yaitu: 1) 50% DBHCHT akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani/buruh tani tembakau dan buruh industri rokok. Rinciannya 35% diberikan dalam bentu Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada petani/buruh tani tembakau dan buruh industri rokok. 

Kemudian 5% untuk pelaksanaan pelatihan profesi termasuk bantuan modal usaha kepada petani/buruh tani tembakau dan buruh industri rokok yang akan beralih menjadi pelaku UMKM, dan 10% untuk mendukung peningkatan kualitas bahan baku; 2) 25% untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional, dan 3) 25% untuk mendukung penegakan hukum melalui pembinaan industri, sosialisasi di bidang cukai, dan pemberantasan Barang Kena Cukai illegal.

Kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tersebut sesuai dengan pendapat Hasbullah Thabrany (2020), peneliti dari Center for Health Economics and Health Policy. Dia menyarankan agar Pemerintah dapat mengalokasikan 5-10% pendapatan cukai rokok untuk program pendampingan petani tembakau yang akan beralih profesi. Kebijakan ini selaras dengan keinginan Pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok seperti yang dilakukan negara-negara lain.

Dicontohkan, jika rata-rata pendapatan negara dari cukai rokok per tahun sekitar Rp 140 triliun, maka setidaknya Rp 14 triliun bisa dialokasikan untuk program pendampingan petani. Yang dapat dijalankan melalui Kementerian Pertanian sebagai lembaga negara yang langsung membina petani. Dana tersebut juga bisa digunakan untuk memberikanbantuan manajemen petani dalam membudidayakan komoditas yang berpeluang ekspor. Di China, petani tembakau dialihkan menjadi petani bawang putih yang saat ini produknya sudah diekspor ke Indonesia.

Pemerintah dapat mengakomodasi kebijakan tersebut dalam aturan yang memprioritaskan kebutuhan petani. Tidak hanya berkisar pada pemberian pupuk atau bibit pada awal musim tanam. Sementara upaya meningkatkan mutu bahan baku masih tidak terperhatikan. Juga tidak pernah ada upaya untuk mengembangkan teknologi pertanian, yang bisa membantu petani untuk menurunkan beban produksi.

Guna mengawal kebijakan Pemerintah tersebut, maka Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) yang merupakan bentukan MTCC UNIMMA mendukung penuh kebijakan Pemerintah tersebut. Serta mempunyai harapan yang sangat besar agar hal-hal yang sudah ditetapkan dapat terealisasi. Mengingat fakta sampai saat ini petani tembakau selalu berada dalam pihak yang dirugikan. Di mana harga tembakau tahun 2020 dinyatakan petani sebagai harga terburuk selama 10 tahun terakhir.

Demikian juga petani multikultur, di mana harga panen sayuran berbagai jenis sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada dukungan kebijakan yang sinergis untuk peningkatan kesejahteraan petani. (Narwan Eska)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun