Mohon tunggu...
Kicau Kacau
Kicau Kacau Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Bintang

Seorang petani yang gemar memasak, penikmat petualangan yang gemar pamer foto, pemilik kedai kopi yang gemar menulis, penggemar film yang terobsesi pada Kubrick dan Tarkovsky, belakangan menjadi penikmat dan pecinta bintang. Kontak saya di: hello@ruangwaktu.id Blog: https://ruangwaktu.id

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Hari Minggu di Gang Gloria

28 April 2019   08:52 Diperbarui: 28 April 2019   13:37 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelukis jalanan di kawasan Glodok. (Foto: danangjo.co)

Gang Gloria di daerah Pancoran, Glodok adalah sebuah gang kecil yang berada di salah satu kawasan pecinan tua di Jakarta Barat.

Untuk mencapainya, bisa dengan berjalan kaki dari Stasiun Jakarta Kota atau halte bus TransJakarta Glodok. Bagi saya yang senang naik KRL alias commuter line, berjalan kaki dari stasiun kota menuju Gang Gloria adalah hal yang menyenangkan karena dalam perjalanan saya bisa melihat deretan seniman atau tepatnya pelukis jalanan yang sibuk melukis pesanan pelanggan. 

Umumnya berupa foto yang ingin diubah menjadi karikatur atau beberapa juga menerjemahkan foto ke dalam lukisan tangan. Sangat unik melihat betapa santai namun seriusnya para seniman ini melukis di tengah hiruk-pikuk orang melintas berjalan kaki dan deru kendaraan yang mengepulkan asap knalpot juga debu tanpa ampun. 

Sesampai di penghujung jalan, sebelum berbelok menuju Gang Gloria, saya disambut oleh deretan poci teh yang bisa dinikmati gratis oleh siapapun yang melintas. Itulah Pantjoran Tea House, sebuah restoran yang gedungnya memiliki sejarah panjang sampai jauh sebelum Indonesia merdeka. 

Konon adalah Kapiten Gan Djie, seorang kapiten Cina (Kapitein der Chineezen) ketiga di Batavia beserta istrinya sebagai pemilik gedung tersebut yang memulai tradisi menyediakan delapan teko teh gratis bagi siapapun yang melintas. Pada zaman di mana air bersih adalah barang yang langka, menyediakan delapan teko teh secara gratis adalah sebuah perbuatan yang mulia. 

Selain itu, teko yang berjumlah delapan, berkaitan dengan bentuk angka delapan yang tidak putus dari ujung ke ujung, dipercaya membawa keberuntungan yang tidak putus-putus baik bagi pemberi maupun penerima teh gratis itu. 

Tradisi menyediakan delapan poci teh ini kemudian disebut sebagai tradisi Patekoan karena 'pa' ( =B) dalam bahasa China berarti delapan, sedangkan "teko" adalah cerek untuk tempat air minum, sehingga Patekoan kurang lebih berarti delapan teko yang berisi air untuk diminum. 

Toko obat tradisional Tiongkok. (Foto: danangjo.co)
Toko obat tradisional Tiongkok. (Foto: danangjo.co)

Dari situ perjalanan berlanjut melewati beberapa kios pedagang obat-obatan tradisional Tiongkok. Sayapun berhenti sejenak di kios yang terlihat paling tua untuk mencari tahu bagaimana bila saya punya keluhan penyakit tertentu dan bagaimana mereka menentukan ramuan obat yang harus saya konsumsi. 

Dari obrolan singkat saya di sana, rupanya seperti layaknya obat-obatan di apotek, di kios obat tradisional inipun orang tidak bisa sembarangan membeli obat semaunya sendiri. 

Bila hendak membeli obat, saya harus berkonsultasi dulu dengan sinsei (ahli obat-obatan tradisional Tiongkok) yang hadir di kios itu pada hari-hari tertentu. Nantinya sinsei itulah yang akan menulis ramuan obat apa saja yang harus disiapkan oleh petugas di kios obat tersebut untuk kemudian saya konsumsi.

Pilihan makanan di salah satu pedagang. (Foto: danangjo.co)
Pilihan makanan di salah satu pedagang. (Foto: danangjo.co)

Berjalan sedikit dari deretan kios obat tradisional itu, sampailah saya di Gang Gloria. Di gang sempit yang panjangnya hanya sekitar 200 meter ini kios-kios pedagang makananlah yang menyesaki. Mulai dari yang paling tenar "Kopi Es Tak Kie" dan "Bakmie Amoy" sampai pedagang gerobakan yang menjual aneka makanan seperti tim daging bulus, jeroan babi, dan nasi campur khas Haninan. 

Tapi jangan takut, di antara pedagang itu, banyak juga yang menyajikan menu makanan halal yang tak kalah menarik, seperti rujak juhi, asinan pengantin, hingga ke nasi rames.

Menu halal di Gang Gloria. (Foto: danangjo.co)
Menu halal di Gang Gloria. (Foto: danangjo.co)

Di Gang Gloria juga bisa ditemukan salah satu tempat pangkas rambut legendaris bernama Ko Tang yang tidak lain adalah tempat pangkas rambut yang didatangi oleh Jokowi saat mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 dan kemudian didatangi lagi saat hendak mencalonkan diri menjadi presiden pada tahun 2014. 

Karena keberhasilan Jokowi memenangkan kedua kontestasi politik besar tersebut maka tempat pangkas rambut ini kemudian sebut sebagai tempat pangkas rambut yang membawa keberuntungan bagi pelanggannya dan menjadi incaran tempat pangkas rambut bagi para politisi yang hendak maju berkontestasi politik.

Pemangkas rambut Ko Tang. (Foto: danangjo.co)
Pemangkas rambut Ko Tang. (Foto: danangjo.co)

Namun di balik itu semua, tempat pangkas rambut bernama Ko Tang yang berarti high class ini sebenarnya memiliki sejarah yang sangat panjang. Berdiri pada tahun 1936, tempat pangkas rambut ini adalah salah satu yang paling modern baik dari segi peralatan maupun teknik memotong rambut pada zamannya. 

Ada satu layanan unik yang mereka tawarkan dan hingga kini masih menjadi primadona yaitu layanan korek kuping alias membersihkan telinga. Dengan peralatan khusus dan teknik rumit yang diajarkan secara turun-menurun, konon membersihkan telinga di Ko Tang selain sangat bersih juga pelanggan tidak merasa apa-apa saat dibersihkan. Menarik ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun