Mohon tunggu...
Kicau Kacau
Kicau Kacau Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Bintang

Seorang petani yang gemar memasak, penikmat petualangan yang gemar pamer foto, pemilik kedai kopi yang gemar menulis, penggemar film yang terobsesi pada Kubrick dan Tarkovsky, belakangan menjadi penikmat dan pecinta bintang. Kontak saya di: hello@ruangwaktu.id Blog: https://ruangwaktu.id

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Dilema Ojek Daring dan Evolusi Transportasi Umum di Jakarta

16 Januari 2019   09:16 Diperbarui: 16 Januari 2019   09:49 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumen Pribadi

Bukan hanya bentuk fisik, mental pengemudinyapun masih tertinggal di masa lalu. Jangan bicara tentang ketepatan waktu, di mana mereka akan berhenti saja hanya Tuhan yang tahu.

Di tengah-tengah proses evolusi yang tak merata inilah ojek daring (ojek online) muncul menjadi jembatannya. Ketimpangan antara evolusi beberapa angkutan umum dengan keterlambatberkembangan angkutan umum lainnya diisi oleh keberadaan ojek daring. Maka tak heran jika sekarang banyak orang memanfaatkan ojek daring untuk berangkat dari rumah menuju stasiun KRL terdekat, naik KRL, lalu menumpang ojek daring lagi dari stasiun KRL menuju ke tempat kerja dan sebaliknya. Jadilah di seputar stasiun banyak tukang ojek daring mangkal. Itu juga terjadi dengan TransJakarta. 

Hal ini menandakan bahwa banyak orang enggan naik angkutan umum yang ketinggalan zaman alias belum berevolusi. Sudah tidak zamannya naik kendaraan umum yang tak nyaman dengan sopir yang ugal-ugalan. Ongkos ojek daring yang walau sekilas terlihat lebih mahal namun mampu mengantar penumpang dari satu titik ke titik tujuannya tanpa harus berganti2 angkutan umum, menunggu dengan tidak pasti, tentu menjadi pilihan yang menggiurkan.

Dilema terjadi ketika sebenarnya kendaraan roda dua bukanlah kendaraan yang bisa dijadikan sebagai angkutan umum menurut Undang-Undang yang masih berlaku. Pemerintah tampak kelu dalam menghadapi masalah ini. Di satu sisi ada kebutuhan besar masyarakat akan angkutan umum yang belum mampu mereka penuhi namun di sisi lain ada juga peraturan perundang-undangan yang tentu saja tidak boleh mereka langgar. Belum lagi dari sisi sosial ekonomi di mana sudah begitu banyak orang yang pendapatannya bergantung pada kerja sebagai pengemudi ojek daring. Ini masalah yang ruwet.

Lalu apa solusi dari masalah ini? Setidaknya ada beberapa hal yang bisa menjadi masukan bagi pemangku kebijakan dalam mencari jalan keluar atas masalah ini. Pertama, melihat dari pilihan berangkutan umum masyarakat Jakarta maka evolusi angkutan umum di Jakarta harus merata. Jangan sibuk mengembalikan angkutan masa lalu yang tidak manusiawi untuk kembali beroperasi di Jakarta, namun perbarui dan kembangkanlah transportasi umum yang sudah ada agar mencapai standar kenyamanan, keamanan, serta kepastian yang baik. Segera selesaikan masalah badan hukum angkutan-angkutan umum di Jakarta. Jangan lagi beri ampun pada angkutan umum yang sudah tidak layak beroperasi karena bagaimanapun selain tidak nyaman, angkutan umum model itu sangat tidak aman.

Kedua, perbaiki sistem perekrutan sopir angkutan umum karena bagaimanapun mereka adalah tulang punggung dari terciptanya angkutan umum yang lebih baik di Jakarta. Ciptakan standar yang baik agar keberadaan angkutan umum menjadi solusi bagi kemacetan Jakarta dan bukan malah seperti yang saat ini terjadi, ketidakdisiplinan pengendara angkutan umum justru sering menjadi sumber petaka kemacetan Jakarta tercinta. 

Bukan rahasia umum bahwa di negara-negara maju pengendara angkutan umum hidupnya sejahtera. Mereka mendapat gaji yang layak sehingga dengan penuh dedikasi dan disiplin mengantar para penggunanya untuk sampai ke tujuan dengan selamat. Hal itu patut kita contoh.

Ketiga, terapkan hukum dengan tegas. Penerapan hukum dengan tegas adalah pendorong kuat untuk terciptanya disiplin di masyarakat. Saya yakin tak ada satupun sekolah di Indonesia yang tidak mengajarkan bahwa bila lampu merah menyala maka kendaraan harus berhenti. Jadi pengetahuan sudah ada, namun pengetahuan ini kemudian menjadi hambar ketika pada praktiknya pelanggaran atas pengetahuan itu tidak berdampak, tidak ada hukumnya. Maka tak heran, walau semua orang tahu bahwa saat lampu merah menyala harus berhenti atau di bawah rambu "S coret" kendaraan tidak boleh berhenti, tetap saja banyak yang melanggarnya.

Bila setidaknya tiga hal diatas dijalankan, maka yakinlah bahwa angkutan umum di Jakarta akan menjadi lebih baik dan banyak orang yang akan beralih untuk memakainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun