Mohon tunggu...
Radian A
Radian A Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Belajar jadi manusia

Karena "bio harus diisi" maka ingin ku ceritakan tentangku kepadamu, namun nanti ... saat kita bersua di dalam kedai, bertemankan bergelas-gelas kopi. Akan ku isi bio-ku di hatimu, tanpa terkecuali, jujur dan apa-adanya. :p

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hai, Bidadari!

24 Februari 2020   14:45 Diperbarui: 24 Februari 2020   14:54 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar pixabay.com (edited)

Aku bermimpi bertemu bidadari. Ya, aku berharap itu bukan ilusi dari angan jiwa yang sunyi. Namun, masih aku ingat sampai saat ini, bagaimana indahnya dia menari dan bernyanyi. Lenggoknya anggun lemah gemulai menari. Sambil bernyanyi? Hm, merdu suaranya membuai hati.

Selepas pentas aku bergegas mencari sang gadis ke ruang rias. Namun naas, ada petugas berwajah trengginas menghajarku dengan ganas. Hanya karena kaos polos bukan jas. Pakaiannya pejabat berkelas atau konglongmerat papan atas. Dan sukanya naik mobil mercedes-benz s-class.

"Anjing!" umpatku sendiri. Aku pergi berjalan menepi sembari menahan memar di pipi dan perut yang terasa nyeri. Rasanya masih belum percaya dengan apa yang aku alami, susahnya menggapaimu oh bidadari. 

Sempat ku berpikir, "Mungkin aku harus jadi konglongmerat, agar anjing-anjing itu menjilat kaki dan pantat, dasar anjing tak punya harga diri!" Khayalku semakin tinggi, rasanya ingin berbaju safari, meskipun uang hasil korupsi... Ah tidak-tidak, aku masih punya nurani, tak mau aku menjual diri.

Aku berhenti di teras, menyesali nasib diri yang sedang naas. Tuhan, aku masih belum ikhlas! Kenapa surga milik orang kelas atas? Jangan-jangan Engkau melaknat aku yang melarat dan jarang sholat apalagi zakat, hanya karena aku mengais beras sekerat?

Aku masih belum mengerti, dengan apa yang terjadi dikehidupan ini. Apartemen mewah berdiri menjulang tinggi, di sampingnya pemukiman kumuh bantaran kali. Nenek renta masuk jeruji, hanya karena dituduh mencuri demi tungkunya yang butuh api. Sedangkan si juru lobi duduk santai ngopi-ngopi bersafari berdasi tak lupa jalani hobi ... menjual aset negeri.

Tak hanya memikirkan soal beras. Mungkin aku juga perlu ikut tidak waras. Injak sana injak sini agar bisa di atas. Tetapi apakah aku akan puas?

Tidak-tidak! aku percaya Tuhan Maha Menyayangi. Semua kembali kepada diri karena Tuhan tidak akan mengubah nasib sebelum aku berusaha mengubahnya sendiri tentu lewat jalan yang diridhoi. Baiklah! Segera ku melangkah kembali dengan semangat pasti, "Hai bidadari, aku kembali, kan kuperjuangkan kau tuk kumiliki, meskipun harus mati!"

Jantungku berdebar was-was, khayalku terhempas oleh pelayan meletakkan gelas dengan keras.

Segera ku berdiri, menegakkan badan gagah berani, lalu melangkah dengan pasti, "Hai Bidadari, penampilanmu tadi indah sekali, suaramu merdu menggetarkan hati. Namun sedari tadi kulihat engkau termangu sendiri, bolehkah aku menemani?"

Bidadari mengangguk perlahan, senyumnya manis tertahan, bibir dan matanya sungguh menawan. Aku tak tau apa yang sedang ia pikirkan. Namun yang pasti ia menatapku dengan kelembutan. Seolah menanti sesuatu untuk dikatakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun