Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dengan Menggunakan Analogi "Perang Badar", Bangsa Ini Patut Berterima Kasih kepada Amien Rais

31 Mei 2014   19:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:53 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"... but if you want to test a man's character, give him power" ["...tetapi jika Anda ingin menguji karakter seseorang, beri dia kuasa"]


Cuplikan kalimat terkenal di atas diungkapkan oleh mediang Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke-16 yang dinilai sebagai presiden Amerika terhebat sepanjang sejarah. Pada masa kepemimpinannya, Lincoln berjibaku menghapuskan perang saudara, mengupayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta melawan perbudakan. Bagi Lincoln, hal-hal ini membuat bangsanya terluka. Maka ia berjuang sambil berseru:

Dengan keteguhan hati dan kebenaran yang sesuai dengan titah Tuhan, marilah kita berusaha menyelesaikan tugas kita sekarang yaitu menyembuhkan luka-luka bangsa.


Jika kita memaknai "kuasa" dalam cuplikan kalimat Lincoln di atas dalam arti "jabatan pemerintahan", maka, maaf kepada Lincoln, kita di Indonesia tidak perlu lagi melakukan pengujian karakter itu dengan memberi kuasa kepada calon pemimpin kita. Bahkan sebelum diberi "kuasa" pun sudah ada maklumat mengenai karakternya.

Beberapa hari lalu, Amien Rais baru saja mempertontonkan karakternya dengan menganologikan momentum Pilpres kali ini dengan "Perang Badar". Sebuah momen dalam sejarah Islam yang mungkin menggembirakan di dalam konteks sejarahnya, tetapi tidak tepat untuk digunakan dalam konteks mana pun di dalam bangsa ini. Analogi ini justru akan melukai bangsa ini jika ditempatkan di sini dan sekarang bahkan juga nanti!

Protes dari berbagai pihak segera bermunculan. Saya setuju dengan berbagai protes itu! Tetapi, saya ingin menyorot sisi lain dari pernyataan Amien Rais di sini.

Jika Ada seseorang yang terus menampilkan yang baik tetapi mengagendakan kebusukan secara diam-diam, orang itu adalah orang yang sangat berbahaya. Orang seperti ini akan menampilkan diri bak pahlawan, tanpa dinyana ia bak virus kanker yang ganas. Orang seperti ini akan terus memperjuangkan image baik di hadapan publik, bahkan ketika kebobrokannya terlalu terang benderang.

Tetapi, tidak begitu dengan Amien Rais. Amien Rais bahkan dengan lantang berdiri di hadapan umat sambil mempertontonkan karakternya. Dari mulutnya sendiri ia mengungkapkan isi hatinya untuk memperjuangkan ambisi politis, tidak peduli bangsa ini harus terluka sekali pun. Tak ada perang tanpa luka. Kalah jadi debu, menang jadi arang!

Dan untuk itu, saya kira kita harus berterima kasih kepada Amien Rais. Berterima kasih atas kejujuran yang sanga menyedihkan itu. Karena dengan begitu, kita sudah tidak usah lagi menggubris Amien Rais dengan segala tetek bengek "iklannya". Karena dengan begitu pula, kita tidak usah lagi menduga-duga karakter seperti apa yang dimilikii seorang Amien Rais.

Seandainya ada virus nan berbahaya yang mengumumkan diri kepada para dokter sedunia bahwa ia adalah virus mematikan, bukankah itu akan menghemat banyak biaya riset dan para pakar medis hanya perlu fokus untuk menangkal virus mematikan itu?

Terlalu menohok-kah intonasi tulisan ini? Jika Anda menanyakan pertanyaan ini, saya ingin bertanya kepada Anda: "Terlalu menohok kah sebuah virus disebut virus dengan segala kandungan makna terburuknya? Adakah tanggung jawab etis untuk menjaga sopan santun di hadapan virus mematikan?" Jika Anda pernah berjuang melawan kanker ganas, Anda tahu apa yang saya maksudkan!

Bangsa ini telah sekian lama terhuyung oleh isu SARA. Belum hilang dari ingatan kita berapa banyak nyawa melayang dalam peristiwa Ambon dan Poso. Belum lagi, tidak secara teratur namun tidak juga jarang terjadi, gereja-gereja dibakar, entah apa pun alasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun