Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kendaraan Listrik Ramah Lingkungan dan Potensi Sampah Baterainya

2 Maret 2022   13:45 Diperbarui: 4 Maret 2022   08:35 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mercedes-Benz Privilege Parking with EQ Power Charging yang di Plaza Indonesia, Jakarta, tepatnya di area parkir P2 (24/9/2018).(Kompas.com/Alsadad Rudi)

Meski belum menggeliat betul, pasar kendaraan listrik di Indonesia sudah mulai berkembang. Andai tak ada pandemi dan ekonomi Indonesia sehat, inilah saatnya kendaraan listrik booming, dan orang akan beramai-ramai berpindah dari kendaraan bahan bakar fosil ke kendaraan listrik.

Meski sebenarnya hampir sama saja, energi listrik akan lebih diminati oleh masyarakat karena dianggap lebih ramah lingkungan. 

Kendaraan listrik memang ramah lingkungan dalam penggunaannya, karena kendaraan tidak akan lagi mengeluarkan asap berupa karbondioksida atau CO2. 

Di sisi lain sebenarnya relatif sama jika operasional untuk menghasilkan listrik masih menggunakan energi fosil dari batu bara. 

Justru penambangan batu bara akan makin besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan produksi listrik. Demikian pula jika produksi listrik masih menggunakan bahan bakar minyak atau gas atau termal bumi.

Kecuali produksi listrik dihasilkan dari tenaga angin, tenaga air, dan tenaga matahari, atau tenaga nuklir, itulah baru akan ramah lingkungan. Tidak betul-betul ramah lingkungan karena penambangan bahan untuk pembuatan baterai yang terbuat dari lithium dan nikel juga dilakukan besar-besaran.

Jika baterai kendaraan listrik tidak dapat didaur ulang, maka transformasi energi moda transportasi akan mendatangkan masalah baru. Yaitu sampah baterai.

Soal baterai, hingga saat ini baterai masuk pada kategori sampah bahan beracun dan berbahaya (B3). Untuk lembaga atau instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit yang ketat dalam pengelolaan sampahnya, sampah baterai termasuk pada beban biaya pemusnahan. Yang ongkosnya dipungut per kilogram (kg) oleh perusahaan pemusnah B3.

Namun, untuk lembaga atau instansi selain pelayanan kesehatan, baterai dibuang begitu saja bercampur sampah lainnya. Masuk ke TPA dan menumpuk di sana. Menjadi salah satu faktor penyebab percampuran senyawa berbahaya yang bisa mencemari air, tanah, dan udara serta dapat merusak kesehatan.

Baterai kendaraan listrik akan jadi masalah lingkungan jika tak dikelola. (Ilustrasi Kompas.com)
Baterai kendaraan listrik akan jadi masalah lingkungan jika tak dikelola. (Ilustrasi Kompas.com)

Pada umumnya konsumen lebih memilih untuk membeli dan menggunakan baterai sekali pakai. Karena praktis dan tidak butuh waktu banyak untuk mengisi ulang. Sangat sedikit dan mungkin tidak ada konsumen skala besar yang memilih untuk membeli baterai isi ulang guna memenuhi kebutuhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun