Mohon tunggu...
Naomi Nur
Naomi Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang yang menyukai fantasi dan berkarya dalam tulisan, berbagai jenis tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penderitaan yang Menebus

20 April 2025   22:33 Diperbarui: 20 April 2025   22:33 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari Getsemani hingga Golgota, setiap luka Yesus bukan sia-sia, melainkan harga lunas untuk keselamatan kita. 

Jumat Agung: Kasih yang Terpaku di Salib

Jumat Agung bukan sekadar hari berkabung. Ini adalah hari di mana kasih yang paling dalam, ketaatan yang paling sempurna, dan penderitaan yang paling dahsyat bertemu di satu titik---di kayu salib. Mari kita menelusuri kembali penderitaan Yesus Kristus dari sudut pandang medis dan sejarah, untuk memahami betapa dalam kasih-Nya kepada kita.

Getsemani: Awal dari Derita

Sebelum pengkhianatan terjadi, Yesus bergumul dalam doa di taman Getsemani. Lukas 22:44 mencatat bahwa "peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah." Ini bisa dijelaskan sebagai hematidrosis, kondisi langka di mana tekanan emosional ekstrem menyebabkan pembuluh darah kapiler pecah ke dalam kelenjar keringat.

Tubuh menjadi sangat sensitif. Setiap pukulan atau cambukan yang akan datang menjadi jauh lebih menyakitkan. Namun, penderitaan batin di taman ini bukan hanya soal fisik, melainkan kesadaran penuh akan salib yang menanti dan Yesus tetap memilih untuk taat.

Cambukan Romawi: Luka yang Mengoyak

Yesus dicambuk dengan flagrum, cambuk Romawi yang terdiri dari tali-tali kulit dengan potongan logam dan tulang tajam di ujungnya. Tiap cambukan bukan sekadar menyakitkan---ia merobek kulit dan jaringan otot.

Meskipun hukum Yahudi membatasi hingga 39 cambukan, tentara Romawi tidak terikat oleh aturan tersebut. Yesus kemungkinan besar menerima cambukan yang lebih dari itu, hingga tubuh-Nya hampir tak dapat dikenali.

Sumber : Pinterest.com
Sumber : Pinterest.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun