Dari Getsemani hingga Golgota, setiap luka Yesus bukan sia-sia, melainkan harga lunas untuk keselamatan kita.Â
Jumat Agung: Kasih yang Terpaku di Salib
Jumat Agung bukan sekadar hari berkabung. Ini adalah hari di mana kasih yang paling dalam, ketaatan yang paling sempurna, dan penderitaan yang paling dahsyat bertemu di satu titik---di kayu salib. Mari kita menelusuri kembali penderitaan Yesus Kristus dari sudut pandang medis dan sejarah, untuk memahami betapa dalam kasih-Nya kepada kita.
Getsemani: Awal dari Derita
Sebelum pengkhianatan terjadi, Yesus bergumul dalam doa di taman Getsemani. Lukas 22:44 mencatat bahwa "peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah." Ini bisa dijelaskan sebagai hematidrosis, kondisi langka di mana tekanan emosional ekstrem menyebabkan pembuluh darah kapiler pecah ke dalam kelenjar keringat.
Tubuh menjadi sangat sensitif. Setiap pukulan atau cambukan yang akan datang menjadi jauh lebih menyakitkan. Namun, penderitaan batin di taman ini bukan hanya soal fisik, melainkan kesadaran penuh akan salib yang menanti dan Yesus tetap memilih untuk taat.
Cambukan Romawi: Luka yang Mengoyak
Yesus dicambuk dengan flagrum, cambuk Romawi yang terdiri dari tali-tali kulit dengan potongan logam dan tulang tajam di ujungnya. Tiap cambukan bukan sekadar menyakitkan---ia merobek kulit dan jaringan otot.
Meskipun hukum Yahudi membatasi hingga 39 cambukan, tentara Romawi tidak terikat oleh aturan tersebut. Yesus kemungkinan besar menerima cambukan yang lebih dari itu, hingga tubuh-Nya hampir tak dapat dikenali.