Mohon tunggu...
Naomi RuellaEffendi
Naomi RuellaEffendi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Filsafat UKWMS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Pendidikan Masa Pandemi Covid-19

12 September 2020   01:51 Diperbarui: 12 September 2020   02:21 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan macam apa yang semestinya dimaklumi untuk dilaksanakan ketika situasi pandemi seperti ini? Sebagaimana diketahui bahwa pandemi Covid-19 sudah cukup lama merajarela di setiap negara, salah satunya di Indonesia. Perlu diketahui juga Covid-19 ini berdampak begitu besar terhadap perubahan dalam berbagai bidang, seperti bidang industri, teknologi, budaya, ekonomi, dan tentunya yang sangat terdampak adalah bidang pendidikan. 

Covid-19 sendiri di Indonesia masih memiliki jumlah penderita yang sangat tinggi apabila melihat pembaharuan jumlah data pasien, baik yang merupakan orang dalam pengawasan, positif, maupun reaktif. Hal tersebut membuat hampir seluruh kegiatan perekonomian, industri, pendidikan membeku sementara dalam beberapa bulan awal, macam mati suri. 

Setelah pandemi Covid-19 ini berlangsung lebih dari empat bulan di Indonesia, pemerintah mulai mengizinkan perekonomian, industri, dan pendidikan untuk mulai menjalankan aktivitas mereka masing-masing, akan tetapi dengan istilah baru yaitu"New Normal". Hal tersebut juga mengisyaratkan setiap individu untuk bekerja dengan sistem bergantian, menjaga jarak aman, menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan, mengenakan masker, dan berbagai ketentuan lainnya. 

Maka dengan begitu diharapkan setiap individu dapat beraktivitas, perekonomian dapat berjalan normal (tidak anjlok), dan pendidikan dapat berlangsung dengan metode tatap muka dengan pengajar. Hal itulah yang diharapkan juga tentunya oleh pemerintah, anak-anak, maupun pengajar.

Dibalik itu semua tentunya pemerintah dan kementerian masih harus memperhitungkan tingginya angka penyebaran Covid-19 yang belum juga usai. Sehingga untuk mengadakan metode pendidikan yang semestinya (secara tatap muka) masih dapat dikatakan belum memungkinkan di situasi esperti sekarang ini. 

Kementerian hanya mengizinkan daerah dengan zona hijau saja yang bisa mengadakan kelas secara tatap muka, itu pun dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. 

Adanya kebijakan tersebut menuntut dunia pendidikan untuk semakin berkembang dan mau tidak mau semakin memanfaatkan adanya teknologi, yaitu, macam internet, laman-laman online, dan lain sebagainya. Hal tersebut tidak hanya menuntut para peseta didik untuk memperkaya materi secara mandiri, tetapi juga menuntut pengajar untuk lebih kompeten dalam bidangnya masing-masing, dan memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap profesi mereka sebagai pendidik. 

Maka harapannya dengan adanya kerjasama yang baik antara pendidik dan peserta didiknya dapat membuat pendidikan di Indonesia tetap berjalan dengan kondusif, dan mutu pendidikan pun tetap terjaga dengan baik kualitasnya. Akan tetapi seringkali ketika pendidikan sudah banyak mengandalkan fitur-fitur daring tidak sedikit tenaga kependidikan yang seakan melepas tanggungjawabnya begitu saja, baik dalam hal memberikan penjelasan, materi pembelajaran, dan penilaian yang objektif, hal macam ini seringkali terjadi di tingkat universitas. 

Pendidikan di masa pandemi seperti ini memang tidaklah mudah untuk dilaksanakan, apalagi bagi mereka yang kesulitan dalam hal teknologi. Namun, diandaikan setiap elemen pendidikan, terutama tenaga pendidik dan peserta didik dapat menjalin komunikasi dua arah yang seimbang. Bukan komunikasi "Top-down" saja (macam atasan dan bawahan).

Pendidikan memang harus semakin berkembang terutama dengan adanya situasi seperti sekarang, maka harapannya mahasiswalah yang menjadi pelopor perkembangan dengan adanya kuliah secara daring, tatap muka daring, tugas mandiri, dan lain sebagainya. Namun hal tersebut bukan berarti seorang tenaga pengajar (sebut saja dosen) bisa meninggalkan tanggungjawabnya sebagai dosen begitu saja. Situasi seperti ini lebih diperlukan kerjasama dan komunikasi dari dua belah pihak bukan lagi keputusan sepihak. 

Sebagaimana kodrat setiap individu memiliki hak dan kewajibannya masing-masing dan harus bertanggungjawab akan hal tersebut. Pada situasi pendidikan macam ini, terutama saat pandemi seperti ini sebagai individu tidak bisa mementingkan diri sendiri, memanfaatkan otoritas yang dimiliki untuk menghindar dari tanggungjawab masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun