Mohon tunggu...
Naomi Ayuna
Naomi Ayuna Mohon Tunggu... Pendidikan Masyarakat UNJ

Lead from the back, and let others believe they are in front. -Nelson Mandela

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kebebasan Beragama: Hak Asasi Yang Kerap Terbentur Realita

18 Juni 2025   15:25 Diperbarui: 18 Juni 2025   15:26 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istiqlal & Katedral Jakarta dalam satu bidikan – simbol arsitektur harmoni yang langsung mudah dikenali. 

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kebebasan beragama dan toleransi bukan hanya kata-kata kosong yang tertulis di konstitusi, melainkan nilai dasar yang menentukan seberapa baik demokrasi dan kemanusiaan kita berjalan. Indonesia, dengan keberagaman agama, suku, dan budaya, menjadikan isu ini sangat penting dan mendesak untuk terus kita bicarakan. Sayangnya, praktik kebebasan dan toleransi beragama di tanah air masih menghadapi banyak tantangan. Secara hukum, Indonesia menjamin hak beragama untuk semua warga negara. Pasal 28E ayat (1) dalam UUD 1945 menyatakan bahwa "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya." Begitu juga Pasal 29 ayat (2) menyebutkan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadah sesuai agama dan kepercayaannya." Namun, kenyataannya di lapangan seringkali jauh berbeda dari apa yang tertulis di hukum. Laporan dari Komnas HAM menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap kebebasan beragama—seperti perusakan rumah ibadah, diskriminasi terhadap minoritas, dan penolakan terhadap aliran kepercayaan tertentu—tetap sering terjadi setiap tahun. Ini menunjukkan bahwa masih banyak orang yang belum benar-benar memahami maupun menerima keberagaman sebagai kekuatan bangsa.


Toleransi: Lebih dari Sekadar Slogan

Toleransi beragama bukan cuma soal tidak mengganggu orang lain. Lebih dari itu, toleransi berarti menghormati hak setiap individu untuk menjalankan keyakinannya, tanpa dipaksa agar mengikuti cara pandang tertentu. Toleransi harus disertai rasa hormat, empati, dan saling pengertian. Sayangnya, dalam masyarakat yang semakin terbelah, toleransi sering terganggu oleh sentimen mayoritas dan tekanan sosial-politik. Media sosial jadi ruang yang memudahkan penyebaran ujaran kebencian berbasis agama. Kelompok minoritas—baik yang mengikuti agama resmi maupun yang memegang kepercayaan tradisional—sering jadi sasaran penolakan sosial, stigma, dan bahkan kekerasan. Toleransi beragama tidak berarti kita tidak boleh mengkritik. Tapi, kritik harus dilontarkan secara wajar dan tidak bersifat kekerasan atau intimidasi. Di sinilah pentingnya pendidikan tentang keberagaman di tengah masyarakat. Pendidikan punya peran penting dalam membangun kesadaran tentang kebebasan dan toleransi beragama. Sayangnya, kurikulum pendidikan di Indonesia masih minim ruang untuk membahas pluralisme secara kritis. Laporan Human Rights Watch (2020) menunjukkan bahwa masih ada buku pelajaran yang mengandung narasi eksklusif dan cenderung menjelekkan kelompok agama tertentu. Hal ini berbahaya karena bisa membentuk pola pikir sempit sejak usia dini terhadap keberagaman. Diperlukan pembaruan kurikulum yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan universal tanpa mengabaikan akar budaya dan keagamaan bangsa. Penguatan pendidikan multikultural di sekolah-sekolah, pelatihan guru, dan kampanye tentang hak asasi manusia adalah langkah-langkah penting yang harus dilakukan secara serius.

Negara dan Masyarakat Sipil

Negara punya tanggung jawab nggak cuma untuk memastikan, tapi juga melindungi kebebasan beragama warga negara. Tapi, tugas ini nggak bisa hanya diembanin pemerintah aja. Masyarakat sipil—mulai dari tokoh agama, media, lembaga pendidikan, sampai organisasi masyarakat—harus ikut aktif menebarkan nilai toleransi dan keberagaman. Khususnya, tokoh agama perlu berani mengambil sikap moral untuk menolak diskriminasi dan kekerasan yang berbasiskan agama. Mereka harus jadi penghubung antar umat, bukan cuma memperkuat sekat-sekat identitas. Media pun harus lebih bijak dalam menyajikan berita, jangan sampai malah menimbulkan kebencian yang berbasiskan agama. Sebaliknya, media harus jadi saluran edukasi dan pendukung hak-hak kelompok yang rentan.

Menuju Indonesia yang Inklusif

Menjaga kebebasan dan toleransi beragama tuh bukan tugas satu generasi aja, melainkan proses panjang yang butuh komitmen dari semua waktu. Di masyarakat yang multikultural kayak Indonesia, keberagaman adalah takdir sekaligus anugerah. Tapi, tanpa saling menghormati dan kebebasan berkeyakinan, keberagaman itu bisa berubah jadi sumber konflik.

Seperti yang dikatakan oleh Presiden keempat kita, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur:

“Tidak penting apa pun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun