Mohon tunggu...
Dara Ginanti
Dara Ginanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Sampoerna University - The University of Arizona

A Beginner in Writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen "Mega-Mega Sagrada Familia" Cerita Dimana Tragedi, Drama, dan Manisnya Cinta Dirangkum Menjadi Satu

25 November 2017   11:19 Diperbarui: 2 Maret 2018   14:20 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.headout.com

"Halo, ma." mulut ini berbicara perlahan dengan senyum manis menyambut rindu yang tertahan, namun bukan suara mama yang terdengar dari ujung sana, melainkan suara seorang laki - laki tegas yang tak asing lagi di telinga. "Apa benar ini Lachica, anak dari Maria Santa Kwintania?"

Mulutku terdiam dan mulai tergagap. "Iii... Iya, saya Licha. Siapa anda?" sejenak tidak ada jawaban dari ujung, hanya suara helaan napas yang halus mengiringi suara serak telepon karena sinyal yang terdengar.

"Nyonya Maria saat ini ditemukan meninggal bunuh diri di rumahnya, dan saya adalah penyelidik kasus dari kepolisian Barselona," suara itu berbicara perlahan masih dengan ketegasan, sementara air mata ini banjir membasahi seluruh pipi. "Sepertinya kamu harus pulang ke rumah sekarang juga."

Telepon itu terjatuh ke lantai, menyisakan Aysa yang sudah berdiri di depan diri ini menggenggam kedua tangan yang bergetar. Tangis itu pecah tersedu tak henti.

Pintu rumah cokelat yang sangat kuingat itu terbuka dengan garis kuning polisi melintasi depannya. Tak kuat lagi derap langkah kaki ini melangkah kedalam yang sudah ramai oleh para polisi berseragam tegas nan tinggi. Aku dan Aysa bersama seorang polisi muda dipandu masuk ke TKP dimana ibuku, Maria, telah terbaring. Di depan perapian itu, masih dengan lemon yang tersebar dan ceceran darah merah yang terpercik. Ibuku terjatuh. Dengan tangan penuh darah dan silet kecil di sebelah tangan. Ya, dia sangat pucat. Darahnya habis semua banjir di lantai. Sama banjirnya dengan air mataku saat itu. Inikah akhir dari semua perkataan dan penyesalan? Aku terus terisak.

"Lachica," suara itu memanggil dari belakang. Seorang laki - laki dengan seragam polisi rapi menepuk bahuku dengan lembut. Wajah ini menengok ke belakang dan mendapati raut tak asing itu berdiri. Rafa, ya dia adalah laki - laki yang ku temui di gereja waktu itu. "Sudah kuduga itu kau. Kita bertemu lagi. Aku Rafa, dan di sini aku bertindak sebagai penyelidik kasus atas nama kepolisian Barcelona."

Laki - laki itu menjabat tanganku, sebelahnya kemudian mengelus bahu. "Maafkan aku soal ini, kau harus tegar untuk menghadapinya, Lachica."

Air mata semakin turun, Aysa pula sejak sampai rumah tadi tak bisa berkata apa - apa. Aku berdiri masih terpaku menitihkan segala yang tak tertahan dari pelupuk mata sampai pada suatu saat perlahan rasa hangat itu datang, pelukan hangat seorang Rafa dengan sebelah tangannya mengelus rambut panjangku. Bisikan itu kemudian terdengar lirih.

"Inilah makna dari Familia, jika kini kamu sudah sebatang kara, biarkan kami yang menjadi bagian dari kamu. Biarkanlah kami yang menjadi keluarga kamu. Aku, Sagrada Familia, dan bahkan setiap pilar yang berdiri disana, akan menyambutmu kapanpun kamu siap datang dan membutuhkan kami. Meskipun kamu datang bukan sebagai katolik."

Pelukan itu makin hangat terasa bersama dengan basahnya pipi ini yang bersandar di dada Rafa, seorang polisi yang sebelumnya tak sengaja kutemui di bangunan yang sangat ku kagumi, Sagrada Familia. "Sekarang kau bisa memasuki Sagrada Familia sesukamu tanpa merasa bersalah lagi, Licha. Kau selalu punya keluarga di Barselona." kata - kata itu kembali berbisik melewati bibir seorang Rafa. Terbitnya matahari pun kian menemani rangkulan tangan ini kepada sosok berseragam yang bahkan belum lama ini kukenal. Mega - mega berwarna di langit Barselona bersenandung duka bersama sosok renta yang hanya bisa menangis ini. Sagrada Familia memang indah, tapi laki - laki di depanku ini lebih dari itu. Disinilah keluarga. Di mega - mega Barselona, Sagrada Familia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun