Mohon tunggu...
Nasakifury
Nasakifury Mohon Tunggu... Guru - Belum disempatkan

Belum disempatkan menulis cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masa Lalu

20 Januari 2020   09:49 Diperbarui: 20 Januari 2020   10:06 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak 1987, saya telah tinggal di DKI Jakarta wilayah timur. Jangan dibayangkan bahwa di tahun-tahun 90-an Jakarta telah memiliki banyak pusat perbelanjaan dan gedung-gedung tinggi menjulang. justru di tahun itu, daerah saya tinggal masih daerah kebon atau perkebunan salak. Banyak sekali dijumpai pohon salak. Entah dari hasil tanam warga pribumi, penjajah Belanda/Inggris/Jepang, atau tumbuh dengan sendirinya. 

Saat-saat itu pula, tumbuh pohon yang tingginya mencapai tiga hingga 5 meter, yaitu pohon duku, kecapi, petai, randu/kapuk, dan pohon aren. Karena banyaknya pohon buah di daerah tempat tinggal saya, tak jarang dijumpai hewan monyet berkeliaran. Kucing malah jarang kelihatan. 

Malah ayam, yang masih banyak. Juga, masih ada Empang yaitu semacam rawa atau cekungan berair atau danau amat kecil. Empang itu juga dikelilingi pohon salak. Biasanya dipakai warga untuk buang hajat bagi yang tidak punya kamar mandi. Sehingga banyak ikan air tawarnya seperti lele, gabus, mujair, yang besar-besar. Hehe..

Saat itu, perumahan penduduk pun masih jarang, belum banyak. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain cukup berjarangan. Ibu-ibu tidak saling ngerumpi membicarakan aib orang. Mereka sibuk dengan kegiatan memasaknya yang masih menggunakan kayu bakar, minyak tanah, dan korek api. Kompor minyak tanah termasuk yang sudah modern di tahun 90-an. Kompor gas masih amat jarang yang pakai. Mungkin di hotel-hotel dan kantor pemerintah sudah memakainya.

Saat itu Pak Harto menjadi presidennya. Semua kepala tertunduk pada pemerintahan presiden kedua republik ini. Pak Harto amat memperhatikan hasil alam negeri dan jarang ekspor. Pertanian, perkebunanan, pertambangan, diperhatikan perkembangannya. Juga disiarkan di tv nasional yang saat itu hanya 5, yakni TVRI, RCTI, ANTV, SCTV, dan Indosiar (tahun 95). 

Tak ada komentar miring, kritik sana-sini, juga bullying antar generasi sehingga rasanya amat damai. Murid sekolah pun memiliki tanggung jawab menghafalkan pembukaan dan pasal-pasal di UUD 1945 terutama pasal 26 sampai 34. Warga negara baik-baik bersikap. Berita narkoba pun tidak berani masuk tv.

Waktu berubah. Tahun berganti. 1998 reformasi dimulai. Mahasiswa turun ke jalan. Rusuh. Warga keturunan Tionghoa jadi incaran. Banyak tokoh yang naik daun. Terkenal. Pembangunan fisik kota besar lebih dikedepankan. Tulisan miring terhadap pemerintah yang tidak stabil (bergonta-ganti presiden) terjadi. 

Bagai air di atas daun talas, peraturan kurikulum pendidikan pun berubah seiring kebijakan menterinya yang terpilih. Pembangunan di sana sini gedung-gedung pencakar lain seolah membanggakan. Padahal sejatinya, mayoritas milik perusahaan asing yang invest dan beriringan juga dengan kejahatan dan berita narkoba. Senangkah menjadi warga Jakarta kini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun