Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cinta Tuhan, Antara Kebutuhan dan Keinginan

4 April 2021   19:57 Diperbarui: 4 April 2021   20:12 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kebutuhan untuk menyambung hidup sudah sedemikian berbeda sesuai dengan lingkungan, usia, dan peradaban, bagaimanakah  dengan keinginan? Tentu lebih beragam lagi yang membuat manusia merasa dan merasa kecewa manakala harapan dan kenyataan tidak sesuai, bukan? 

Jika sudah demikian, keluhan demi keluhan mengapa Tuhan tidak mencintai makhluk ciptaan-Nya, untuk apa aku diciptakan jika dipaksa menyandang beban derita, mengapa Tuhan hanya sayang pada orang lain padahal aku selalu menyembah-Nya, dan sebagainya tentu berhamburan menggoyahkan cinta kita kepada Tuhan. Yang lebih fatal jika keraguan atas cinta Tuhan tersebut ditindaklanjuti dengan keinginan untuk melenyapkan diri dari bumi ini.

Manusia terlahir memiliki akal dan nafsu, sedangkan hewan hanya menggunakan insting, demikianlah penjelasan yang kita terima tentang perbedaan kita dengan dunia binatang yang berada di sekitar kita. Dengan adanya nafsu tersebut, kebutuhan dan keinginan manusia menjadi berbeda dengan makhluk yang hanya menggunakan insting dalam menjalani hidup, bukan?

Dalam agama Islam nafsu memiliki tingkatan dan nama. Ada nafsu amarah yang mengajak manusia untuk selalu melakukan perbuatan terlarang secara universal, misalnya mencuri, maupun perbuatan terlarang lainnya, baik yang dilarang agama maupun tradisi sekitarnya. Filter yang terasakan sebagai perasaan tidak nyaman di hati atau dosa, seolah tidak lagi berfungsi sehingga nafsu tersebut diikuti tanpa merasa bersalah. Kesenangan demi kesenangan yang dilakukannya cepat atau lambat pada umumnya akan menimbulkan bencana baginya.

Nafsu mutmainah adalah nafsu yang selalu mengajak manusia menuju kebaikan. Kebaikan secara universal, sesuai dengan agama maupun tradisi sekitar.

Di antara keduanya terdapat nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sanggup menyadari kesalahannya kemudian menyesalinya. Dengan demikian, sesungguhnya ada nafsu-nafsu yang mengiringi langkah manusia dalam merasakan cinta Tuhan. Cinta yang kadangkala tak terasakan sama sekali, bahkan merasa dibenci, karena tertutupi oleh aneka kebutuhan dan keinginan yang terpengaruh tradisi maupun gaya hidup sekitar.

Kesadaran yang hilang timbul, karena memang tidak mudah menepis kebutuhan dan keinginan yang telah disesuaikan dengan tuntutan tradisi sekitar, misalnya sudah merasa cocok dengan mobil tuanya yang tidak mudah rewel, namun teman-temannya satu per satu berganti mobil, sehingga mau tak mau ia pun menirunya kendati dengan menjual kedua motornya. Manakala merasakan kesulitan transportasi karena tidak ada motor, kemudian mengeluh mengapa Tuhan tidak mencintainya?

Agar kebutuhan dan keinginan tidak sering mengganggu yang membuat sulit tidur, tidak enak makan, tidak dapat berkonsentrasi mengerjakan beban yang dinamai tugas, susah menganggap bekerja serasa berwisata malah menganggap berwisata juga bekerja, memang harus menyelaraskan kebutuhan dan keinginan dengan kemauan Tuhan. Sesuatu yang mudah diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan, bukan? Berbagai teori sudah dibaca, berbagai strategi sudah dicoba, namun perasaan kecewa masih seringkali datang menggoda tatkala menjumpai masalah akibat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Sesuatu yang sulit diraih memang belum tentu tidak dapat dilakukan. Demikian pula yang mudah dilaksanakan pun belum tentu menyenangkan. Oleh karena itu, dalam menghadapi kepedihan, kekecewaan, bahkan kemarahan akibat memiliki masalah adalah dengan cara mengenang cinta Tuhan, mengenang kembali mengapa kita diciptakan? Untuk dikecewakan akibat tergoda sedemikian banyak kebutuhan dan keinginan yang menyakiti diri sendiri maupun orang lainkah? Betapa teganya.

Tuhan tentu tidak setega itu membuat kita terombang-ambing oleh godaan kebutuhan dan keinginan kendati keduanya muncul akibat adanya nafsu, sedangkan nafsu itu sendiri merupakan pemberian Tuhan. Segala kebutuhan dan keinginan adalah manusiawi , hal yang tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena di dalam diri terdapat nafsu tersebut. Apakah kebutuhan dan keinginan harus dilenyapkan dari program kehidupan? Tidak juga. Bukankah dalam quotes yang disampaikan Ir. Soekarno di atas, manakala kita memiliki keinginan, alam seisinya akan mendukung?

Masalahnya, untuk apakah keinginan itu? Keinginan demi kepentingan diri sendiri atau untuk kepentingan bersama? Keinginan untuk kepentingan diri sendiri tersebut sangat mendasarkah atau sekadar untuk dipamerkan? Keinginan-keinginan yang semakin jauh dari cinta Tuhan (dengan bukti mencintai makhluk-Nya), tentu akan banyak menampilkan masalah, menyeret derita, luka, kecewa, bahkan putus asa bagi diri sendiri juga sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun