"Ia menghubungiku. Ia gencar merayuku lagi seperti dulu."
"Seperti saat ia membutuhkanmu untuk diajak memanasi wanita incarannya? Jika yang diincar takluk, Kamu pun dicampakkan? Ia yang selalu menghubungimu ketika ingin diajak nonton film dan ingin ditraktir makan dengan gengnya?"
Ia tidak menjawab. Gawainya berbunyi lagi. Lelaki itu seperti beberapa hari yang lalu ketika mendengar kabar suaminya meninggal dunia, mulai rajin menghubunginya setiap hari. Sehari tiga kali seperti minum obat saja.
"Hati-hati. bukankah Tuhan telah mempertemukanmu dengan lelaki yang tulus mencintaimu? Ketulusan cinta dan kelimpahan materi meskipun Kausikapi dengan baik sebagai isteri, hatimu hampa karena tak kunjung mencintainya kan? Padahal anak-anak pun hadir. Heran. Sedemikian kuat pesona lelaki penggombal itu mencengkeram otakmu."
"Saat menikah aku bisa melupakan dirinya karena ada anak-anak."
"Tapi hatimu masih mengenangnya. Suamimu tahu itu. Ia pernah mengeluh kepadaku katanya Kamu masih menyimpan foto berdua dengan si penggombal itu."
Ia lagi-lagi terdiam tanpa sanggahan. Ia memang tidak pernah bisa mencintai suaminya dan tidak pernah berusaha mencintai meskipun materi dan anak-anak telah diberikan. Meskipun harapan untuk bersama kembali dengan mantan pacarnya yang sering menyakiti hatinya itu pun tak ada, tapi ia tak pernah sanggup mencintai suaminya. Â Â Â Â Â Â Â Â
Cinta itu baru tumbuh ketika suaminya diambil kembali oleh pemilik-Nya. Cinta yang hadir karena perenungan dalam betapa selama ini suaminya memperlakukannya bak ratu. Mengapa begitu cepat Tuhan memanggilnya? Ia pun menangis pilu. Dalam tangisnya ia berjanji akan memberikan perhatian kepada kedua anaknya yang mulai bertumbuh menjadi remaja.
Akan tetapi, cinta itu pun segera hancur berkeping ketika pada hari kelima, seseorang dari masa lalunya itu datang lagi, memberikan sapaan kehangatan lagi. Sikap yang membuatnya tak berdaya sejak dulu, kendati hatinya terdalam dapat merasakan bahwa semua itu rayuan palsu. Rayuan yang membuatnya merenungi, itukah kelemahan wanita? Telinga yang mudah terbuai? Sedangkan mata adalah indra terlemah pria karena rela kehilangan banyak uang demi kecantikan wanita? Renungan yang membuatnya selalu bisa memaafkan lelaki pujaannya ketika meninggalkannya demi wanita cantik lainnya yang lebih cantik daripada dirinya?
Ia tidak selalu dapat menjawabnya dengan pasti. Yang pasti, lelaki pujaannya itu baginya sangat romantis, meskipun sikap tersebut ditebarkan untuk wanita-wanita lainnya, ia seakan tidak peduli. Romantisme yang selalu membuainya, bahkan suaminya pun baginya hanya sanggup memberinya finansial lebih dari cukup dan anak-anak, namun tidak sanggup menebar romantisme seperti lelaki itu, selain ciri fisiknya yang membuatnya selalu ingin berdekatan dengannya.
Mereka pun menikah sedemikian cepat, setelah dua bulan kematian suaminya. Dengan rayuan maut yang sudah dipahaminya, ia pun mulai mendikte agar sawah dijual untuk membuat rumah baru. Rumah lama dibongkar total, dibangun lagi rumah baru karena suami barunya tidak ingin ketakutan tiap teringat almarhum suami lamanya. Selain itu, mobil pun harus diganti pula dengan yang baru. Dengan kepolosan entah karena sawah itu toh peninggalan suaminya, bukan dari uang hasil kerjanya, atau ia memang sangat mencintai lelaki itu, yang pasti permintaan suami keduanya itu pun dituruti.