Keduanya bertetangga dan sesama kelas XII pula di sebuah SMA, kendati tidak satu sekolah. Dalam masa pandemi covid-19 ini mereka sering ngobrol berdua dari masalah pelajaran, masalah pacar ,temannya yang kena PHP, sampai masalah julukan generasi rebahan yang membuat mereka tersenyum masam.
        "Cape deh, kita digelari generasi rebahan,"keluh Siona sambil memegang gawai. Ia selonjoran di depan TV di rumah Adien, tetangganya.
      "Biarkan saja. Jika kenyataannya demikian,"sahutnya,"Padahal aku tidak rebahan, aku lagi tengkurep nih sambil lihat drakor,"lanjutnya.
      "Kita harus berbuat sesuatu untuk menunjukkan bahwa rebahan pun produktif,"kata Siona. Adine terbahak tanpa mengangkat wajah dari TV.
      "Orang zaman dulu juga tahu kalau rebahan itu produktif dengan semboyan banyak anak banyak rezeki...
      "Ini serius, Din,"Siona menedekat ke arah Adien.
      "Kamu OTG nggak? Jika ada indikasi Orang Tanpa Gejala, jangan dekat-dekat aku," goda Adien ketika Siona mendekat tanpa menarik masker yang melorot ke leher menjadi seperti berkalung masker.
      "Enggaklah. Sudah rapid tes semua di rumah, negatif. Kamu?" balik Siona.
      "Sama," ujat Adien sambil duduk, menyodorkan sekaleng kue kering kepada tetangganya itu, kemudian membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol teh manis.
      "Duh, mengapa sih nggak beli yang wadahnya kertas? Ini kan plastik,"komentarnya sambil membuka botol tehnya.
      "Sedotannya mana?"