"Memang Kamu memberi uang belanja ajeg? Saat aku memasak pun Kamu nggak selalu mau makan. Ada saja celamu. Yang keasinan, kepedasan, akhirnya makan di luar. Modal yang kupinjamkan pun habis untuk itu."
        Randy untuk sesaat tidak segera menjawab. Ia gelisah dan ingin segera merokok. Ia sudah merogoh rokok dari sakunya manakala  teringat bahwa ia sedang berakting untuk menyudutkan Lala.
        "Begitulah. Percuma berdebat dengan Lala. Aku pasti kalah. Ia pasti menemukan kalimat yang bisa menyudutkan aku. Aku sedih," jawabnya kemudian berlalu meninggalkan Lala dan saudara-saudaranya yang tengah berkumpul di ruang keluarga orangtua Lala.
        "Tidak juga menghasilkan masyarakat yang makin kaya. Buktinya, Lala. Karena mobilnya dijual Randy, kini ia harus menanggung utang bank untuk membeli mobil lagi," kata Rani sambil mendekati Lala, mengacungkan telunjuk dan membuatnya bergerak berkelok-kelok seolah sungai,
        "Kacian deh Lu."
        "Tapi papanya si Randy kaya. Coba saja minta ganti papanya, pasti uang mobil yang dijual itu diganti."
        "Belum tentu. Anak kesayangannya hanya Tania. Anak yang lain-lain tidak,"jawab Lala,"Jangankan Randy yang sudah dewasa dan lelaki pula. Sedangkan anak-anak lainnya dari ibu yang juga berbeda-beda, nggak diperhatikan."
        "Mungkin usahanya tengah sepi."
        "Mungkin saja,"jawab Lala sambil beranjak menuju kamar mandi karena makan pagi sudah terhidang. ( bersambung)