Mohon tunggu...
NB
NB Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Bagaikan Burung dalam Sangkar

26 Juni 2020   05:00 Diperbarui: 26 Juni 2020   05:14 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
fotografer yunandri agus

Sejak bulan Maret dua ribu dua puluh musibah alam pandemi corona belum menujukan tanda-tanda akan berakhir. Yang ada jumlah korban terkena bertambah banyak namun syukurlah jumlah pasien sembuh juga bertambah dan yang gugur sedikit bertambah.

Menurut perkiraan setelah tiga bulan wabah terkutuk ini ada maka akan pasti berakhir. Tapi manusia hanya bisa berencana Tuhan pula yang berkuasa takdir. Perjuangan belum usai melawan covid19.

Ternyata kerasnya perjuangan melawan virus terkutuk ini melahirkan ancaman baru. Derita yang paling di takutkan manusia dewasa, hidup dalam kemiskinan.

Kata pujangga uang bukan segala namun hidup di dunia nyata semuanya pakai uang termasuk jika ini mulus masuk surga maka gunakanlah uang.

Walaupun ada bantuan gratis seperti sembako dan uang tunai dari pemerintah pusat juga daerah tetapi jumlah yang di terima masih jauh dari kata cukup karena kebutuhan sehari-hari punya takaran yang tinggi.

Belum lagi ada berita tentang jumlah bantuan gratis dari pemerintah untuk rakyat miskin yang di sunat sehingga jumlah menyusut lumayan. Atau ada kabar rusaknya kualitas sembako yang di terima masyarakat dan ada juga cerita tentang pemberian bantuan yang salah sasaran.

Akhirnya si miskin tambah menderita. Mereka hanya bisa pasrah atau diam-diam mengutuk pemerintah.

Beberapa pengusaha jalanan kembali berjuang di jalan berdebu untuk menutup biaya hidup yang semakin berat. Walau akhirnya mereka harus mengalah, kembali berhenti berdagang setelah di tegur dengan petugas berwajah tegas.

Pelan tapi pasti rasa miskin mulai di terasa di berapa negara maju. Karena libur ketat dalam tiga bulan membuat kondisi keuangan negara menjadi menipis. Libur tiga bulan tanpa ada aktivitas ekonomi tidak menghasilkan uang.  Krisis ekonomi semakin dekat.

Kemudian beberapa negara tersebut mulai membuat kebijakan politik agar krisis ekonomi bisa di hambat. Maka lahirlah istilah pelonggaran lockdown. Di Indonesia di sebut new normal atau PSBB transisi.

Beberapa warga dunia menyambut suka cita keputusan politik itu karena selama tiga bulan mereka terkukung di dalam rumah sendiri. Rasa bosan yang terasa akhirnya harus di buang agar tidak menjadi beban mental. Inilah penyakit akibat terpasung kondisi nyata bisa menjadi pasien rumah sakit jiwa.

Wilayah pantai dan perbukitan menjadi tujuan warga yang mencari kebahagian bathin. Dengan harapan setelah merasakan udara segar unsur kimia yang ada di otak kembali normal.

Dengan berlibur sambil mendengar deru ombak dan melihat warna laut yang mempesona mampu menjadi obat penyegar bahtin yang galau.

Rasa bahagia karena merdeka bisa pergi berlibur ternyata belum seratus persen mampu di rasakan akibat peraturan pemerintah yang melarang warganya pergi berlibur ke suatu tempat.

Alasannya pandemi corona masih ada sampai tahu depan. Demi mencegah bertambahnya jumlah pasien positif corona maka hajat pergi berlibur harus di tahan dulu.

Yaaa nasib nggak jadi berlibur dong, begitu pikiran beberapa orang. Kita harus terima peraturan ini demi orang-orang yang kita sayang. Atau orang-orang yang kita sayang terkena virus terkutuk tersebut. Resikonya lebih besar kan?

Saya kasih usul deh. Bagi yang ingin ke pantai namun tidak bisa, niat bagus itu di lakukan di rumah saja. Caranya dengan cara membeli ikan hias lalu biarkan ikan itu berenang di baskom. Dan belilah kolam renang plastik agar anak-anak bisa bermain air di rumah, pasti seru deh.

Nah bagi yang ingin berlibur ke puncak bogor tapi terhalang petugas polisi mending beli tanaman mungil  minimal lima pot kecil untuk di rawat di rumah agar tetap bisa menghirup aroma tanaman dan bisa juga melihat warna dari daun dan bunga sehingga tanpa sadar persepsi anda sedang berada di perbukitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun