"Wah kopinya sedap," ucap Brojol.
"Iyalah, harganya juga sedap," sambung Brondong. Mereka tertawa kemudian ada pertanyaan yang nakal di antara kader dua partai berbeda tujuan.
"Gue dengar ada isu miring tentang elu Bro," Â goda Brondong.
"Eh apaan tuh Bro," Muka Brojol mendadak serius.
"Kabarnya, elu punya hubungan tak biasa dengan kader cantik dari partai dua kaki. Karena beberapa anggotanya ada yang dukung dan ada yang anti pemerintah," muka Brondong pun jadi serius.
"Ooo si itu. Â Bro, besok sore gue mau ke puncak sekalian bertemu dengan si itu. Nakal sedikitlah. Besok gue ada pesta kecil bareng dia. Elu ikut aja," giliran Brojol yang menggoda Brondong.
"Kalau cuma pesta biasa nggak asyik dong. Pesta luar biasa oke?"
"Sebenarnya pesta luar biasa. Si itu ada masalah besar yang harus segera di jawab. Pokoknya elu harus ikut, elu minta gaya apa pun, si itu mau ajah. Nanti ada menu asyik. Kita kan teman, bodo amat sama lain. Yang penting happy."
Berdua tertawa terbahak keras sampai memancing perhatian beberapa orang di dalam restoran.
Namun mereka mulai lagi bicara serius.
"Kasihan para pengunjuk rasa yang mati muda. Pengorbanan mereka terasa hambar. Orang yang mereka dukung tidak lagi ingat akan jasa-jasa almarhum karena terlalu sibuk dengan mimpi pribadi," Brondong sedih. Rasa sakit yang tiada obatnya.