Mohon tunggu...
Nanda Sholihah
Nanda Sholihah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan bahasa Inggris

Menulislah untuk keabadian-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dzonn-End

25 Mei 2020   17:58 Diperbarui: 25 Mei 2020   18:04 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku Adinda Hasna Safira, panggil saja Dinda. Kemarin aku bercerita tentang Albi yang tiba-tiba menghubungiku lewat whatsapp, kemudian dia tidak membalas lagi pesanku sampai saat ini, entahlah apa sebabnya, yang jelas aku sedang tidak ingin larut terbawa perasaan, masih banyak tugas yang harus ku selesaikan. Siang tadi aku dihubungi Vani, dia mengaku sudah memberi nomerku pada Albi, katanya dia baru tau jika kita tak pernah saling sapa lagi setelah perpisahan sekolah. Vani, dia tak terlalu memperhatikan kisah asmaraku, tapi dia mengerti tentang prinsipku, dia sudah menduga aku tidak ingin menghubungi Albi karena menjaga dirinya yang sedang menjaga Al-Quran. "Terus gimana Din?." Pertanyaan yang muncul setelah pertanyaan "kamu udah dihubungi Albi belum?." Aku sudah menjawabnya dengan "sudah" dan dia bertanya bagaimana kelanjutannya. Sebagai perempuan, tentu aku akan bercerita banyak kepada sesama perempuan, setidaknya dia akan tau bagaimana perasaannya jika menghadapi hal yang sama dengan diriku. "Aku udah bales, terus kutanya gimana hafalannya saat ini, dia ga bales lagi." hening, pesan whatsapp kita sempat terhenti. "Gue heran sama kalian, aneh banget kisah cinta kalian berdua ini, sebenernya kalian saling mencintai gak sih?" aku tidak ingin tergesa-gera mengidentifikasi sikapku sebagai tanda cinta. "Hm, ga tau, menurutmu gimana? Dia ga bales lagi dan whatsappku di block sepertinya." Vani mengabaikan percakapan denganku, beberapa jam kemudian dia kembali membalas, "Ini semua karena prasangka, coba kalian saling jujur dan terus terang, pasti ga begini." Aku menyadari kata-kata itu, memang benar sejauh ini kami hanya menduga saling mencintai, menduga kami harus saling menjaga, menduga jika ia tidak lagi peduli, dan banyak dugaan lainnya. Mudahnya media komunikasi tidak memudahkan kami saling mengomunikasikan rasa, sesuatu yang sulit untuk dibuka, khawatir jika semuanya akan menjadi tidak baik. "Albi  pikir selama ini kamu sudah punya pacar, bahkan dia menduga kamu udah punya calon suami, temen laki-lakimu banyak, pasti diantara mereka ada yang suka sama kamu." Aku menggelangkan kepala, bagaimana mungkin aku akan meninggalkannya begitu saja, sedang rasa yang ada di hatiku sudah terpatri. Ah Albi, kamu jahat dengan prasangkamu. "Oh, begitu ya, kenapa dia ga bilang?" vani segera membalas "kamu sekarang tanyakan pada dirimu, kenapa kamu ga bilang sama dia?" aku berpikir "emm, aku malu dan khawatir." Vani membalas dengan emoji tersenyum, "dia juga malu dan khawatir, begitulah rasa, kadang alasan orang lain melakukan sesuatu pada kita sama dengan alasan kita melakukan sesuatu pada orang lain." Vani menawarkan diri menjadi media mediasi antara kita berdua untuk tidak lagi memutus  tali silaturahmi, aku menyetujuinya, hingga kemudian Albi kembali mengabariku dan meminta maaf atas segala sikapnya yang kurang baik. Kini aku mengerti mengapa prasangka dilarang oleh Al-Quran, bahkan diperintahkan untuk menjauhinya, karena beginilah akibatnya. Prasangka dapat merusak hubungan antar sesama baik hubungan pertemanan, kekerabatan dan sebagainya. Terima kasih Albi, dari sikapmu kau mengajarkan untuk menjauhi prasangka melalui komunikasi yang baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun