Kalau kamu bertanya kepada saya sekitar 15 tahun yang lalu mengenai apa “aspirasi karier” saya, maka mungkin kamu akan kaget bahwa saat itu aspirasi karier sangat simpel yaitu saya adalah duduk di salah satu gedung bertingkat di daerah Sudirman dan memakai dasi saat bekerja.
Ya, terdengar klise, namun itu adalah kenyataan, saya dan mungkin anak-anak fresh graduate yang seangkatan dengan saya mungkin memimpikan hal tersebut. Tidak ada pemikiran yang terlalu jauh bagi karier saya saat itu.
Saat itu bukannya saya tidak memikirkan karier saya sama sekali. Saya ambisius dan saya ingin menjadi bagian dari sesuatu yang besar.
Ditambah saya ingin dapat menghidupi diri sendiri secara finansial dan tidak membuat khawatir orang tua saya.
Saya menginginkan jenis pekerjaan di mana saya bisa membeli rumah dan mobil sendiri. Cukup adil, bukan? untuk mimpi seorang sarjana yang baru saja lulus. Tahun berlalu dan saya saat itu masih belum bisa menentukan apa karier yang tepat bagi saya.
Apakah saya akan menjadi pekerja yang berada di lapangan atau saya memilih di belakang meja? Semua masih seperti awan abu-abu besar bagi saya. Masih belum terlihat jelas arah karier yang saya inginkan.
Saya masih suka iri dengan perkembangan karier teman-teman seangkatan saya, intinya saya saat itu selalu berpikir kalau mereka saja bisa kenapa saya tidak bisa.
Kemudian setelah beberapa tahun melewati fase hidup yang melelahkan tersebut, saya akhirnya menemukan satu hal penting yang akan saya bagikan melalui tulisan ini.
Jadi begini, karier kita ternyata seperti hidup kita, bergerak maju apakah kita mau memikirkannya atau tidak.
Sama dengan hidup, jika kita tidak memikirkannya, maka karier kita akan berlalu begitu saja bersama dengan angin.