Mohon tunggu...
Nanang E S
Nanang E S Mohon Tunggu... Guru - Orang yang tidak pernah puas untuk belajar

Penggiat literasi yang mempunyai mimpi besar untuk menemukan makna dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kegelisahan yang Terobati

5 Desember 2016   18:46 Diperbarui: 5 Desember 2016   19:01 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Suasana Pembelajaran di kelas SLG

Ponorogo (04/12/16)- Prof Djoko Saryono dalam sebuah pertemuannya di Sekolah Literasi Gratis pada (minggu, 27/11/16) kemarin mengungkapkan bahwa menulis itu butuh satu matahari dan satu rembulan. Ungkapan tersebut jika dipahami betul megandung makna yang sangat luar biasa. Yaitu, bahwa menulis itu butuh kerja keras, konsisten, dan terutama kesabaran yang kuat.

Seperti halnya Masuki. M Astrro, salah saorang jurnalis nasional juga bercerita tentang perjalannaya ketika menjadi pembicara di Sekolah literasi Gratis (SLG) STKIP PGRI Ponorogo. Kang Uki sapaan akrab Masuki M. Astro, berbagi perjalanannya ketiaka meraih kesuksesan. Seorang lelaki yang pemalu, pendiam, juga takut itu mengungkap bahwa dengan keberanian menulis dapat merubah hidupnya.

“Ketika saya bisa menulis, dan sangat menikmatinya. Saya merasa bahwa menulis adalah jalan hidup saya” Tutur lelaki yang sudah belasan tahun menjadi jurnalis.

Lelaki yang pernah mendapat penghargaan jurnalis terbaik nasional pada tahun 2014 tersebut bercerita panjang lebar. Ia bercerita mengenai perjalannanya meraih kesuksesannya di dunia tulis menulis. Sebelumnya Kang Uki, ketika sekolah mengambil jurusan Teknologi Pendidikan, namun ditengah perjalanan ia menyesali jurusan yang diambilnya itu. Karena melihat banyak seniornya yang nganggur dan tidak diterima di instansi-instansi yang ia bayangkan sbelumnya. Mulai saat itu Kang Uki mengeluh, dan gelisah. Sampai ia mendatangi satu persatu senior-seniornya untuk berbagi keluh kesah pada mereka. Sampai suatu waktu beliau di marahi oleh salah satu seniornya, karena sifartnya yang mengeluh itu. Di kemudian hari Kang Uki ketemu Sutejo. Saat itu orang satu-satunya yang memotivasinya saat mengeluh. Sutejo mengatakan bahwa mengeluh itu potensi sorang penulis. Mulai sejak itulah Kang Uki belajar dan menekuni dunia kepenulisan bersama Sutejo.

Meski masih sangat sulit menulis dengan lancar, teknik mencomot tulisan orang lain, menjajarnya dan kemudian merangkainnya adalah perjalanan awal Kang Uki untuk menemukan kepiawaian menulis.

“Saya memulai dengan mencomot kalimat-kalimat yang menarik, kemudian saya jejer,setelah itu jadi tulisan” tuturnya dengan lembut.

Dari proses yang beliau sebut memulung gagasan itu menjadikan dirinya lancar menulis. Saat itu kang Uki fokus menulis artikel dan resensi. Meski satu tulisan selesai satu bulan. Saat itu Kang Uki seperti menemukan kesenangannya, menikmatinya sampai setiap malam beliau beradu mesin ketik dengan Sutejo. Karena waktu itu kamarnya besebelahan.

Bersama Sutejo, beliau mencari wawasan menulis, dan bahkan memasang misi saat itu sebagai mahasiswa kost. Menulis adalah cara untuk mencari makan. Bakhan suatu ketika, saat tulisannya dimuat di salah satu media Surabaya. Kang Uki nekat datang ke kantor media dengan uang saku 5.000, cukup untuk berangkat saja. Sesampainnya di kantor, ternyatra honor tulisannya belum dimuat. Padahal ia tidak punya uang untuk ongkos balik. Kemudian Kang Uki bilang ke redaktur kalau tidak punya uang untuk pulang, karena uangnya pas untuk berangkat saja. Kemuidan sang redaktur berbaik hati memberikan uangnya 50.000 sebagai uang honorr, dan jika nanti uangnya keluar dari kantor sebagai gantinya.

“Waku itu saya nekat. Saking lugunya, dan senang karena tulisan saya dimuat jadi ya saya datang ke kantor. Sampai di sana honornya malah belum keluar” Tuturnya dengan lembut, diikuti ketawa hadirin.

Pengalaman-pengalaman semacam itu, yang saat ini Kang Uki berusaha maknai betul. Karena sebagai pelajaran yang luar biasa. Bahkan berkat menulis beliau dapat beasiswa sekolah tiga bulan di Korea, memenangkan belasan lomba di Jakarta dan Jawa Timur, juga mendapat penghargaan wartawan terbaik tahun 2014. Kini Kang UKI menjadi wartawan senior yang sangat disegani. Jika berkaca dari apa yang diungkapkan Prof. Djoko di atas memang benar, menulis itu butuh proses panjang, dan perjuangan yang kuat untuk menuai hasil yang sangat luar biasa.

Pada kesempatan tersebut juga di hadiri Rotmianto Muhamad, penulis juga pustakwan berprestasi dari Ponorogo. Beliau sekaligus pencipta aplikasi e-DDC, yang sudah dinikmati seindonesia bahkan mancanegara. Berawal dari seorang putakawan biasa saja, Rotmianto berproses panjang sampai saat ini menjadi putakawan fungsional dan berprestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun