Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menjadi Ibu Rumah Tangga, Bukti Diri Multitalenta

12 April 2021   06:52 Diperbarui: 12 April 2021   11:02 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ibu rumah tangga | Foto: Thinkstock/omgimages via Kompas.com

Perempuan Indonesia cukup berbangga hati, setelah memperingati Hari Perempuan Internasional, kita juga memiliki Hari Kartini dan Hari Ibu yang menggaungkan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.

Kesetaraan gender di Indonesia, saya rasa sudah memiliki banyak kemajuan, baik itu dibidang profesi maupun pendidikan. Dengan usaha yang keras dan tingkat ketegaran yang tinggi, perempuan dapat menempuh pendidikan setinggi yang ia inginkan, mendapatkan jenjang karier yang ia inginkan. Walau masih banyak stigma gak perlu lah perempuan sekolah terlalu tinggi ataupun karier terlalu tinggi, nanti susah dapat jodohnya.

Stigma yang melekat sejak masa kolonial Belanda. Tapi kedudukan perempuan sekarang sudah lebih baik, mungkin R.A Kartini, Dewi Sartika, dan para pejuang emansipasi perempuan lainnya bisa turut berbangga hati. Lantaran pada masanya, perempuan hanya dianggap sebagai mesin pencetak keturunan saja.

Dimasa itu apabila perempuan bisa melahirkan anak laki-laki sebanyak-banyaknya, maka sang perempuan akan diperlakukan seperti harta berharga oleh suaminya yang berkedudukan sebagai raja ataupun bangsawan. Orangtua dan sosial pun juga akan turut memperlakukannya dengan begitu baik.

Berbanding terbalik dengan perempuan yang hanya melahirkan sedikit anak laki-laki, ia harus menerima suaminya menikah dengan perempuan lain. Perempuan yang malah dipilihkan oleh orangtua suaminya sendiri. Tidak ada yang bisa membelanya, karena hal tersebut sudah dianggap lumrah.

Banyaknya anak laki-laki mengindikasikan menaikkan status sosial dan ekonomi kepala keluarga, yang notabene berdarah bangsawan.

Yang lebih mengenaskan ketika perempuan sama sekali tidak bisa melahirkan anak. Pengalaman Bibi dari Maria Ulfah (Maria Ulfah, pendiri Biro Konsultasi Perkawinan pertama di Indonesia), sang Bibi dipulangkan oleh suaminya yang menjabat sebagai bupati. 

Bukannya mendapat simpati ataupun hiburan, orang tua Bibi Maria Ulfah, R.A. Soewenda, malah menganggapnya sebagai produk gagal, lantaran tidak bisa melahirkan keturunan. Ironi sekali.

Kini, perempuan tidak perlu mengalami hal seperti itu lagi, apalagi perempuan dan laki-laki sudah bisa mengenyam pendidikan setara. Dalam rumah tangga pun, perempuan bisa menyuarakan pendapat dan turut serta memberikan keputusan.

Saya pribadi sangat berbangga hati terlahir sebagai perempuan dan sangat mengagumi seorang perempuan yang telah menjadi ibu rumah tangga. Menurut saya, menjadi ibu rumah tangga melahirkan pribadi yang multi talenta dan berjiwa seni yang tinggi.

# Seni memasak 

Saat perempuan menjadi ibu rumah tangga, tentu mereka diwajibkan bisa memasak. Minimal makanan yang bisa dimakan sehari-hari lah untuk suami dan anak-anaknya.

Sejak talk show American Master Chef booming, saya baru menyadari ternyata memasak itu adalah suatu seni. Maklum gak demen masak. Hehe. 

Bagaimana para pesertanya meracik bumbu dan mengolah bahan-bahan makanan menjadi satu sajian makanan yang lezat dan bergizi. Cita rasa pun diperhatikan, tingkat kematangan pun turut diperhatikan, demi memanjakan lidah penikmat makanan.

Begitu juga dengan ibu rumah tangga. Masakannya yang dianggap biasa saja karena hampir memasaknya setiap hari, sebenarnya didalamnya mengandung seni yang tinggi.

Bagaimana mereka mengolah bumbu dan bahan makanan, serta rasa sayang pada keluarga, menjadi sebuah sajian santap yang bisa dilahap suami dan anaknya. 

Makanan yang kaya akan gizi pun diperhatikan oleh sang ibu, dan tidak menutup kemungkinan, mereka terus belajar dan belajar untuk bisa memasakkan variasi makanan yang lezat untuk keluarganya.

# Seni mendekorasi ruangan

Perlu waktu bertahun-tahun bagi seorang desain interior untuk mengenyam pendidikan. Namun, bagi ibu rumah tangga, seni mendekorasi ruangan ia pelajari secara otodidak.

Tekadnya hanya satu, menjadikan rumahnya terasa home sweet home. Tidak sedikit para ibu yang saya lihat mengeksplor Pinterest dan Instagramnya untuk mendapatkan inspirasi dalam mendesain interior rumahnya.

Ada yang memilih dekorasi rumahnya dengan gaya aesthetic, minimalis, ataupun vintage, misalnya. Semua dipelajarinya sendiri, demi memberikan kenyamanan kepada anak dan suaminya untuk tinggal satu atap dengannya.

# Seni beberes

Saat saya belajar tentang hidup minimalis, ternyata beberes itu ada seninya. Memilah barang mana yang perlu dan tidak perlu untuk hidup kita. Mengikhlaskan barang yang kita miliki untuk orang lain, dibandingkan hanya menjadi tumpukan dalam rumah.

Menjadi ibu rumah tangga pun sudah melakukan kegiatan tersebut sebenarnya. Walau bukan bertujuan untuk hidup minimalis, melainkan untuk memberikan kenyamanan bagi keluarganya.

Membersihkan, merapikan, mencuci dan masih banyak lagi kegiatan seni yang dilakukannya. Hasilnya tentu dinikmati oleh keluarga dan dirinya sendiri, sembari melepas lelah.

Dulunya saya selalu menganggap beberes adalah suatu kewajiban. Hingga saya menonton vlog ibu rumah tangga asal Korea, Haegreendal, ternyata kegiatan beberes rumah seperti sebuah seni. Sangat menyenangkan dilakukan.

# Seni berkomunikasi

Rumah tangga yang adem ayem menjadi impian setiap keluarga. Ketika rumah tangga adem, tidak menutup kemungkinan membuat suami dan anak betah di rumah. 

Bahkan saya pernah membaca, kesuksesan suami terletak pada dukungan istri yang selalu memberikan kenyamanan di rumah. Begitupula dengan kesuksesan pendidikan anak.

Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan harmonis, tentunya sang ibu haruslah memahami teknik berkomunikasi, bagaimana sang suami mau berbagi pikiran, berdiskusi, dan dirinya bisa menawarkan solusi, atau minimal menenteramkan pikiran suami.

Begitupula kepada anak, sang ibu haruslah bisa berkomunikasi dengan anak agar sang anak mau bersemangat belajar, disiplin dan menjadi anak yang mandiri.

Saya rasa seni berkomunikasi ini tidak mudah dilakukan, karena berhubungan dengan suasana hati manusia lainnya. Sang Ibu harus bisa memahami mood suami dan anaknya juga, agar komunikasi yang dilakukan bisa berjalan efektif. Padahal bisa jadi tubuh dan pikiran sang Ibu lelah karena sudah banyak tugas yang ia lakukan dirumah.

Namun komunikasi yang baik tetap dilakoninya, demi memberikan kenyamanan home sweet home untuk keluarganya, serta dukungan supaya suami dan anak bisa mencapai target yang dicita-citakannya.

# Seni mendidik

Hoho... mendidik anak itu diperlukan kesabaran yang ekstra, mengingat dunia mereka sebenarnya masihlah dunia bermain. Belum lagi bahan pelajarannya yang terkadang membuat bingung dan bisa dibilang belum sesuai dengan usia mereka.

Namun mendidik anak, ternyata bagian dari sebuah seni, seperti menggoreskan kertas putih menjadi sebuah lukisan yang indah dipandang. Begitupula dengan mendidik anak, membawa mereka dari pribadi yang polos, menjadi pribadi yang diterima masyarakat dengan berkarakter yang baik, dan memiliki masa depan yang cerah.

Sangat tidak mudah mendidik anak, sang Ibu haruslah update pengetahuannya terus, agar bisa mendidik sang anak tanpa merasa tertekan.

# Seni mengatur keuangan rumah tangga

Di zaman semua serba memakai uang, agak sulit sebenarnya bagi ibu rumah tangga untuk mengatur keuangan. Kebutuhan anak yang bisa dibilang tidak bisa dikatakan murah, kebutuhan hidup yang seringkali mengalami kenaikan harga, belum lagi biaya listrik, PAM, dan sebagainya.

Sang Ibu harus bisa menyeimbangkan keuangan rumah tangga, agar setidaknya uang yang dihasilkan suami masih ada sisa untuk ditabung sebagai dana darurat ataupun keperluan di masa depan.

Hemat berhemat pun dilakukan. Tidak sedikit dari keterampilan para ibu rumah tangga menyimpan uang, menjadikan perekonomian keluarga menjadi lebih baik. Dalam waktu sekian tahun, misalnya keluarga bisa membeli rumah baru ataupun memiliki kendaraan baru.

Menjadi ibu rumah tangga, memang tidak memakai pakaian kerja ataupun ber-make up yang cantik. Penghasilan pun tidak didapatkan dalam bentuk materi. Namun di balik sosoknya yang sederhana, terdapat pribadi yang multi talenta dan berjiwa seni tinggi, serta memberikan investasi psikologi yang sangat berdampak besar bagi keluarga.

Memberikan kenyamanan saat keluarga pulang ke rumah, menyediakan makanan yang bergizi dan lezat, jadi keluarga memiliki waktu untuk makan bersama, kemudian mengatur keuangan rumah tangga supaya bisa dipakai seefektif dan seefisien mungkin. Dan tidak kalah penting mendidik anak dan memberikan dukungan pada suami.

Hasilnya mungkin tidak bisa dinikmati dalam bentuk materi, tapi kenyamanan dan kebahagiaan dihati keluarga diperoleh atas kerja keras sang ibu rumah tangga. Suatu perasaan yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Referensi

Ardanareswari, Indira. 9 September 2019. Sejarah Biro Konsultasi Perkawinan Bermula dari Urusan Poligami. Diakses dari Tirto.id tanggal 12 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun