Dengan menempatkan diri sebagai teman yang bisa diajak bicara dan pembimbing, anak tidak akan merasa terlalu dikontrol, malah anak akan secara terbuka mendiskusikannya pada Ibu, dengan begitu para Ibu pun bisa memberikan alasan yang logis mengapa informasi itu baik atau tidak untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak pun tidak akan diam-diam memberontak, ataupun malah terjerumus dalam informasi yang tidak benar, yang berujung pada membahayakan masa depan sang anak.
Sempat saya bertanya-tanya dalam hati, apakah menjadi Ibu sedemikian lelah hingga harus belajar terus? Namun sepertinya mereka tidak merasakan kelelahan, ketika anak-anak menjadi anak yang baik, terdidik, berprestasi dan karakternya mendapatkan apresiasi yang tulus dari pihak lain, para ibu tersebut malah bangganya bukan main.Â
Dari sana saya belajar, menjadi Ibu, tidak berarti harus berhenti belajar, karena ada generasi selanjutnya yang memerlukan bimbingan besar sang Ibu untuk menata masa depan mereka kelak.Â
Salut sekali untuk para Ibu :)Â
Sebagai penutup, saya ucapkan "Selamat Hari Ibu"!
Referensi bacaan :
- Octavia, Meliana. 5 Januari 2019. Perlukah Pendidikan Tinggi Bagi Seorang Ibu Rumah Tangga. Diakses dari Binus.ac.id tanggal 21 Desember 2020
- Asli Indonesia. 10 Kutipan Surat R.A Kartini yang Menggugah Hati. Diakses dari Asli Indonesia.net tanggal 21 Desember 2020
- Firdausi, Fadrik Aziz. September 2019. Dewi Sartika : Pendidik dari Priangan, Melawan Adat Kolot dan Poligami. Diakses dari Tirto.id tanggal 21 Desember 2020
- Wikipedia. Kongres Perempuan Indonesia. Diakses dari Wikipedia.org tanggal 21 Desember 2020
- Adit, Albertus. 15 Agustus 2020. Kemendikbud : Keseteraan Gender? Nyatanya Lulusan SMA dan S1 Lebih Banyak Perempuan. Diakses dari Kompas.com tanggal 21 Desember 2020
- Matanasi, Petrik. 22 Desember 2020. Kongres Perempuan Indonesia Menginspirasi Lahirnya Hari Ibu. Diakses dari Tirto.id tanggal 22 Desember 2020
