Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Tidak Sekadar untuk Selembar Ijazah

30 September 2020   10:59 Diperbarui: 30 September 2020   11:32 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan tidak sekedar untuk selembar ijazah | Foto : Kompas.com

Karena keterbatasan pendidikannya, Mae sama sekali tidak marah ketika membaca papan tulisan "Inlander (sebutan ejekan Belanda untuk penduduk Indonesia) dan anjing dilarang masuk". Bukan karena Mae tidak peduli, tapi ia tidak memahami makna kalimat tersebut. Ia mengartikan kalimat dalam papan tersebut lurus-lurus saja sesuai dengan yang tertulis.

Pada bagian ini, saya baru memahami bahwa dengan pendidikan, kita bisa menganalisis dan menelaah kalimat yang tertulis ataupun terucap. Kita tidak mudah menelan bulat-bulat apa yang disampaikan oleh orang lain, tapi dengan pendidikan, otak kita akan diajak untuk memahami atau meneliti terlebih dahulu berita ataupun kalimat yang kita terima.

Begitu juga ketika ada hoax yang beredar. Kalau kita benar terdidik dan tidak asal belajar, kita akan terbiasa untuk mencari kebenarannya terlebih dahulu, karena kita terbiasa untuk mencari data sebelum memutuskan data yang kita kumpulkan ini benar valid atau tidak.

Mae memiliki kekasih hati bernama Kang Uja. Ketika Kang Uja berkata dengan geram bahwa bangsa kita telah dijajah oleh Belanda dan kekayaan alam kita dikeruk seperti sapi oleh Belanda, Mae hanya tersenyum saja. Bukan karena ia memahaminya, sebaliknya ia tidak memahami maksud Kang Uja. Pikiran yang terlintas dikepalanya adalah raut wajah Kang Uja yang lucu saat sedang marah seperti itu. 

Untuknya, selama ia masih bisa bekerja dan kebutuhan sehari-hari terpenuhi, berarti bangsanya aman-aman saja, karena toh dirinya dan lingkungan sekitarnya aman-aman saja. 

Juga, didekatnya ada seorang Belanda yang sangat baik hati, sering bertanya mengenai Ronggeng Kulawu dan tidak segan membawa dirinya atau teman-temannya ke dokter kalau ada yang sakit. Untuk Mae, bangsanya tidak dijajah, tapi memang ada orang yang jahat dan baik.

Adegan ini memberikan gambaran pada saya, ketika kita benar-benar membuka wawasan melalui pendidikan, mata kita akan lebih terbuka untuk memahami situasi yang sedang terjadi pada bangsa kita. Dengan memahami situasi, otak kita yang sudah terlatih untuk berpikir dan menganalisis, kita akan terpacu untuk membuat strategi agar membuat solusi dari permasalahan. 

Kita bakal memahami sikap apa yang harus ditempuh saat mengatasi permasalahan, apakah kita memilih untuk saling bekerja sama dengan saudara sebangsa untuk memajukan bangsa, atau saling menjatuhkan satu sama lain untuk terlihat pintar dan keren? Tapi tidak membuat perubahan apapun?

Mae baru menyadari adanya penjajahan ketika dirinya diseret dan dilempar ke dalam truk bersama para gadis lainnya. Ia dibawa paksa ke rumah bordil oleh tentara Jepang. Abahnya sangat berusaha mencegah tentara Jepang untuk membawa putri kesayangannya, namun ditendang dan diinjak oleh tentara Jepang. Mae hanya bisa melolong memohon ampun supaya Abahnya jangan dipukul lagi. Ia pasrah dibawa ke rumah bordil.

Adegan ini sangat menyentuh hati saya, dan tidak sadar saya menitikkan air mata. Andai dulu, kita sudah mengenal namanya pendidikan, nenek moyang kita mungkin bisa membuat taktik jangan sampai putrinya dibawa paksa oleh tentara Jepang untuk dijadikan, maaf, pelacur. Saya yakin hati Abahnya pasti sakit sekali melihat putri kesayangannya ditarik paksa dan dijadikan pelacur seperti itu. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena keterbatasan tenaga, ekonomi dan ilmu pengetahuan.

Andai saat itu banyak orang yang telah mengenyam pendidikan seperti Sultan Hamengku Buwono IX, pastinya mereka akan bertindak seperti sang Sultan yang dapat menyelamatkan rakyat Yogya dari kerja paksa. Beliau bisa berdalih kepada Belanda bahwa masyarakatnya harus membuat Selokan Mataram supaya Yogyakarta bisa memberikan hasil panen lebih untuk pemerintah kolonial Belanda. Padahal, hasil panen yang sebenarnya tidak semuanya diberikan pada Belanda, melainkan dinikmati oleh warga Yogya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun