Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Kasih Sayang Memang Bukan Budaya Kita, tapi Mampu Mengingatkan Kita

14 Februari 2020   10:37 Diperbarui: 14 Februari 2020   10:35 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Southbostontoday.com

# Kelangsungan hidup hewan

Belakangan aktivis pelindung hewan semakin meningkat jumlahnya, bahkan terkadang media menyebutkan beberapa hewan yang dilindungi karena hampir punah. Hal ini dikarenakan konsumsi kita terhadap bagian tubuh hewan cukup tinggi, seperti kulit tas, jaket kulit misalnya, dan sebagainya. 

Tentu harus ada keseimbangan dimuka bumi ini antara manusia, tumbuhan dan hewan. Karena tidak mungkin Tuhan menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini tanpa ada gunanya sama sekali. Kita semua saling membutuhkan. 

Jadi hewan yang ada disekitar kita, sepatutnya kita sayangi juga keberadaannya, jangan karena hewan tersebut mendatangkan keuntungan materi, baru dipelihara dan disayang-sayang, kalau tidak, maka diberi makan saja tidak. Kalau mereka bisa ngomong, mungkin mereka akan bisa berteriak dan mengungkapkan rasa galaunya, "Ada uang disayang, tidak ada uang, Abang ditendang". 

Maka, saya rasa momen Hari Kasih Sayang ini bisa mengingatkan kita untuk mencintai tumbuhan dan hewan sebagai bagian dari makhluk ciptaan Tuhan yang kalaupun tidak memberikan keuntungan materi, ada sisi psikologis dari diri kita yang diuntungkan. Seperti melepaskan rasa stres, belajar berbagi dan mengurangi gangguan mental karena terlalu stres bekerja ataupun permasalahan rumah tangga. 

# Manusia yang tidak perlu dibedakan karena latar belakangnya

Kita paham Indonesia ini memiliki keanekaragaman dalam bidang apapun, baik itu budaya, adat, ras, maupun agama. Agama saja yang diakui di Indonesia ini ada enam.

Dulu kecil, saya pernah berantem dengan seorang teman karena perbedaan prinsip agama. Kami pun sampai adu jenggut-jenggutan karena mempertahankan pendapat, padahal kalau dipikir-pikir saya dulunya belum mengerti sama sekali tentang agama. Hehe. Belum lagi, saya pun pernah dikeroyok karena kulit saya putih, dan pernah juga dikeroyok karena di kartu keluarga, agama saya Islam. Sampai saya bertanya-tanya, apa sih salahnya warna kulit dan agama? 

Semakin ke belakang, saya bertemu dengan banyak orang yang bijaksana, dan wawasan saya pun dibuka. 

Mengapa warna kulit kita berbeda? Dari segi agama, itulah kuasa Tuhan, Ia mencintai keindahan dengan menciptakan keragaman dalam diri manusia. Bahkan yang sama warna kulitnya saja, punya wajah dan warna rambut, serta bentuk tubuh yang berbeda. Kalau dari segi ilmu pengetahuan, karena pigmentasi kita yang menyesuaikan diri dengan iklim tempat kita tinggal, sekaligus ada faktor genetik yang mempengaruhinya. 

Mengapa bisa ada banyak agama? Agama itu muncul disesuaikan dengan kondisi masyarakat pada saat itu, dan agama pada awalnya diajarkan untuk mengatur hidup manusia supaya tidak menjadi bar-bar dan semaunya sendiri, serta merasa diri seperti Tuhan. Dengan agama pula, sebagai manusia kita belajar untuk sadar ada  yang jauh lebih pintar dan berkuasa dibandingkan manusia, dan hal tersebut membawa kita lebih dekat ke Tuhan, bukan memuja hal lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun