Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nasionalisme Tidak Sesempit Mengaku Orang Indonesia

29 November 2019   18:35 Diperbarui: 30 November 2019   02:30 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Korankaltara.com

Tidak sampai disitu, saya bisa jadi di sosial media bermain tagar berbahasa Inggris, sampai negara luar mengetahui bobroknya negara kita seperti apa. Sampai orang luar pun akhirnya menilai keburukan negara kita seperti apa. Setelah itu saya sendiri mengatakan "Biarin saja mereka (orang luar) tahu, memang kenyataannya seperti itu!".

Ketika saya berada di negara luar dan tidak dihargai oleh orang luar karena salah satunya ulah saya sendiri, Kemudian saya mencak-mencak sendiri, "malu banget gue jadi orang Indo, gara-gara orang Indo ga bisa jaga manner, jadi gue yang kena". 

Hmm.. dimana rasa cinta negara saya, ya? Dimana rasa nasionalismenya saya? Mudah sekali menuduh saudara setanah air saya, padahal saya ikut andil.

Kalau bahasa gaul Agnez Mo di sinetron Ku t'lah Jatuh Cinta, "Ngomong ni ma tangan!"

Kemudian, saya mengatakan "Saya orang Indonesia."

Tapi berbeda suku sedikit, saya langsung dengan mudah menghakimi. Contoh, maaf ini hanya ilustrasi saja, orang Jawa itu pelit, orang Betawi malas, orang Madura serakah, orang Batak itu galak dan seterusnya.

Apakah dengan begitu saya benar orang Indonesia?

Padahal saya jelas-jelas tahu dan belajar kalau suku di Indonesia itu beraneka ragam dan memiliki beragam karakter, tapi saya malah mudah menghakimi saudara sebangsa saya sendiri dengan men-generalisasi sifat yang bisa jadi itu mitos semata, seakan mereka bukan dari suku Indonesia.

Tidak hanya itu, hal-hal kecil, deh, misalkan.

Di angkutan umum, melihat Ibu hamil, ataupun orang tua, saya yang lebih muda dan sehat sentosa kebetulan sedang duduk, langsung pura-pura tidur atau tidak melihat mereka, demi kenyamanan saya pribadi.

Lah wong saya sudah bayar, kok tidak boleh duduk? Itu pikiran saya. Padahal apa salahnya berempati sedikit pada ibu hamil atau orang tua dengan memberikan tempat duduk, kan saya masih sehat ini, dan tidak akan terkapar toh karena berdiri sebentar sampai tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun