Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mindset Modern yang Sesat

14 November 2019   13:21 Diperbarui: 15 November 2019   14:52 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mindset yang masih kolot di tengah arus yang semakin modern (Ilustrasi: www.peoplematters.in)

Mari kita lihat dari berbagai segi, mengapa kita sama baiknya dengan orang asing? Yang saya bicarakan bukan saja orang bule, tapi pengaruh orang luar di negara kita.

Foto IDN Times
Foto IDN Times
Dari segi konsumsi
Masyarakat kita sudah terkenal dengan masyarakat yang konsumtif, bahkan barang impor pun sekarang sudah merajalela. Bahkan kebanyakan dari kita masih tertanam pikiran kalau barang luar negeri jauh lebih bagus kualitasnya daripada barang dalam negeri. Sampai-sampai membeli barang dari luar negeri, harga berapa pun pasti dibeli. Barang yang merupakan produk lokal ditawar sampai serendah mungkin.

Mestinya negara-negara yang mengekspor barang tersebut lah yang berterima kasih pada kita. Kan kita, orang Indonesia, pembelinya. Pembeli adalah raja, bukan? Jadi kenapa kita lebih kagum dengan orang negara luar daripada orang negara sendiri? Kita lebih punya uang kok dibandingkan mereka, karena kita lah yang banyak membeli produk mereka.

Dari segi budaya orang Indonesia yang ramah dan tata krama yang berkelas
Coba kalau kita ke luar negeri, berapa orang yang mau tersenyum ramah dan berkata sopan pada kita, padahal tidak kenal. Berbeda dengan orang dari negara kita, kenal tidak kenal senyuman pun pasti bisa saja diberikan. Bahkan dengan orang yang duduk disebelah dan tidak kita kenal saja, bisa mengobrol panjang kali lebar. 

Jangankan begitu, orang luar saja kalau sudah datang ke negara kita, pasti rata-rata merasa nyaman kan? Karena merasa dihargai dan lebih "hidup" akibat banyak melihat senyum dan keramahan, yang membuat mereka mau tidak mau ikut tersenyum dan bersikap ramah. Dan ternyata lebih membahagiakan.

Kita juga memiliki tata krama yang baik, ada sebutan ketika memanggil orang yang lebih tua, lebih muda, selevel ataupun berbeda daerah. Misalkan Mas, Mba, Abang, Kakak, Ibu, Bapak, dan sebagainya. Tidak langsung memanggil nama, apalagi dengan orang tua. Artinya, budaya kita sudahlah beradab dengan bisa menghormati tingkatan dan daerah, tidak lagi bar-bar yang langsung memanggil orang lain, langsung nama begitu saja. 

Coba kita lihat orang Korea, mereka juga memiliki sebutan kan untuk setiap orang. Orang bule juga masih mengenal istilah Mr, Mrs, Ms, Sir, Mom, Dad, Pope, dan sebagainya. Tapi sebutan mereka biasanya lebih sederhana, daripada kita. Bahkan untuk memanggil keluarga saja, ada panggilannya, tidak sekedar Uncle atau Aunty.

Mungkin sebutan kita terlihat ribet, tapi di situlah kita terlihat beradab dan menunjukkan kebesaran bangsa kita, kita membedakan panggilan dari keluarga ibu atau ayah, dan urutannya. Dan semakin besar kebangsaan kita dan menghargai keberagaman bangsa kita, ketika kita bisa memanggil sebutan seseorang dari asal daerahnya. Misal orang Jawa, kita panggil Mba atau Mas, kalau dari Batak, kita panggil Kakak atau Abang, dan seterusnya.

Dari segi luasnya negara dan tahu cara menghargai orang luar
Saya teringat waktu itu guru Geografi di Taiwan meminta siswa dari Macau menunjukkan peta Indonesia. Siswa tersebut bukannya menyebutkan malah terkagum-kagum melihat Indonesia luas sekali. 

Melihat hal itu teman lain dari Hongkong dan Myanmar, malah ikutan melihat peta. Teman dari Malaysia pun juga ikut nimbrung. Semua terkagum-kagum betapa luasnya negara Indonesia. 

Mereka sendiri hanya pernah mendengar Jakarta, Jawa dan Bali. Kalau teman Malaysia lebih tahu banyak daripada teman lainnya, tapi mereka kaget juga, tidak menyangka Indonesia seluas itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun