Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Indonesia Hanya Lelucon

17 September 2019   12:38 Diperbarui: 17 September 2019   12:56 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maaf bila saya menulis seperti ini, karena rasanya benar-benar sebal sekali pada tingkah laku para pejabat yang lebih mementingkan kantong dan kekuasaannya, dan mengatakan demi rakyat, demi rakyat dan demi rakyat. Entah rakyat mana yang sebenarnya sedang dibela.

Orde Baru dilengserkan, dikarenakan katanya KKN masa Orde Baru terlalu parah, Orde Baru terlalu kejam dan tidak memberikan demokrasi pada rakyatnya, HAM pun seperti sama sekali tidak digubris dalam era ini. 

Reformasi berlangsung, saya rasa Bapak Demokrasi kita adalah Presiden BJ Habibie, di mana beliau memberikan kebebasan pada pers, hanya disayangkan kebebasan tersebut akhirnya tidak bersifat netral, pers kebanyakan sekarang ini sudah sarat akan keberpihakan pada kubu mana, dengan kubu mana. Hanya sedikit media yang masih memegang teguh kode etik pers. 

Dimulai dari beliau pula, sudah mulai ada jajak pendapat, Timor-Timur sebagai bukti dari demokrasi beliau. Dulu saya termasuk orang yang menyayangkan Timor Timur bisa lepas, tapi ketika saya mengobrol langsung dengan orang Timor Timur yang memilih Indonesia sebagai negaranya, dan sanak saudaranya lebih memilih berpisah, disana saya baru tahu kalau Presiden ketiga kita ini sangat bijaksana.

Ketika laporan pertanggungjawaban mantan Presiden BJ Habibie berlangsung, banyak pejabat yang mengatakan "Huuu" ketika beliau memasuki ruangan hingga sampai ke podium, saat berpidato pun tetap ada suara seperti itu. Hal tersebut saya rasa para pejabat yang tidak senang dengan sang presiden, bukan berdemokrasi, tapi melakukan penindasan dan mempermalukan kepala negara. Hingga ada salah satu pejabat yang menegur sikap para pejabat yang lain, akhirnya mereka pun diam.

Prestasi-prestasi Presiden BJ Habibie saat itu benar-benar ditutup, dan sama sekali tidak dibuka. Bahkan teori Zig Zag yang dibuatnya untuk menurunkan nilai Rupiah atas Dollar, malah dicemooh dan dikritik keras, padahal bisa membawa hasil bagi rakyat Indonesia. Dari nilai Rp 17.000,00 mencapai Rp 6.500,00. Bukankah itu mengagumkan?

Tapi laporan pertanggung-jawaban ditolak. Ketika itu Amien Rais sebagai Ketua MPR, dengan berbagai alasan, yang menurut saya hanya alasan. Walaupun laporan tersebut ditolak melalui jajak pendapat. Apa karena tidak bisa menggunakan uang negara lagi untuk rapat di hotel-hotel, makanya menjadi banyak yang tidak suka pada Presiden BJ Habibie?

Kemudian digantikan dengan Presiden Gusdur, padahal waktu itu yang menang pemilu adalah PDI-P, yang mestinya jadi presiden adalah Ibu Megawati. Dari sini saja kelihatan, apakah benar Indonesia sudah melakukan reformasi saat itu? Para pejabat tidak terima dipimpin oleh seorang wanita, katanya. Hehehe.. Demokrasi nih yee...

Terdengar selentingan kabar bahwa Presiden Gusdur akan dijadikan presiden boneka, namun ternyata sama sekali tidak bisa diarahkan, membuat orang-orang yang mungkin bekerja disana dan menginginkan kekuasaan tanpa kasat mata, geram. Diturunkanlah sang presiden, dalam keadaan terusir dari istana Negara dengan mengenakan piyama.

Itukah Demokrasi??? Seenaknya saja memperlakukan orang lain?? Mempermalukan kepala negara sendiri? 

Sejak itu saya tidak pernah lagi mengikuti politik di Indonesia. Karena percuma saja bilang Demokrasi ataupun Reformasi, mereka-mereka yang menjabat tetap saja melakukan hal-hal yang seperti Orde Baru lakukan, hanya saja yang sekarang sepertinya lebih pintar memoles kata-kata dengan atas nama rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun