Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pola Pikir yang Sebaiknya Dimiliki Ketika Meminjamkan Uang

8 Agustus 2019   22:19 Diperbarui: 13 Agustus 2019   09:12 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda meminjamkan uang kepada kerabat, teman, ataupun tetangga karena rasa iba? Kemudian ketika ditagih, banyak sekali alasannya untuk mangkir dalam membayar, belum lagi tahu-tahu menghilang begitu saja?

Dada pasti rasanya sesak sekali, apalagi saat kita sedang membutuhkan uang tersebut. Emosi sudah pasti ada, rasanya ingin sekali menjual barang-barang orang yang berutang supaya cepat terlunasi, tapi rasanya tidak tega. 

Akhirnya dalam keadaan putus asa, bisa jadi kita meminjam pada orang lain, atau bisa jadi malah memutuskan tali persaudaraan ataupun persahabatan dengan orang tersebut, saking sebalnya.

Nah, supaya tidak dongkol seperti itu, saya memiliki cara yang telah saya terapkan bertahun-tahun, siapa tahu bisa berguna bagi Anda yang kini sedang mempertimbangkan memberikan utang kepada kerabat, teman, ataupun tetangga.

Berawal dari pengalaman saya yang kurang mengenakkan ketika berada di posisi sebagai debitur (pihak peminjam), sang kreditur (pihak yang memberikan pinjaman) seperti memperlakukan saya semena-mena selama saya memiliki utang. Hampir setiap hari uang yang dipinjamkannya kepada saya selalu disebutkan dengan luapan kemarahan. 

Marah? Pasti. Geram? Pasti. 

Tapi saya belajar dari keadaan tersebut, bahwa ketika saya memberikan utang kepada orang lain, maka hal pertama yang harus saya lakukan adalah menanamkan pola pikir untuk mengikhlaskan uang yang sudah dipinjamkan. 

Hal tersebut saya lakukan untuk menghindari diri mengungkit kebaikan diri saya kepada orang yang saya bantu, yang akhirnya nanti malah menyakiti dan membuat orang tersebut merasa terhina, karena ulah yang tidak saya sadari.

Ikhlas di sini bukan berarti memberikan semua uang yang kita miliki untuk orang tersebut, atau memberikan pinjaman sebesar yang orang itu mau. Akan tetapi disesuaikan dengan kemampuan finansial kita pribadi.

Hal yang pertama yang saya lakukan adalah menghitung risiko ketika uang yang dipinjamkan tidak kembali. Akankah kebutuhan saya bisa terpenuhi nantinya kalau amit-amit orang tersebut tidak bisa mengembalikannya untuk tempo yang sudah dijanjikan. Bila saya sanggup menanggung risiko tersebut, maka saya akan memberikannya. 

Bila setelah dihitung, tapi saya hanya bisa memberikan beberapa persen dari uang yang ia ingin pinjam, maka saya akan terus terang padanya, bahwa saya hanya bisa sekian, tidak bisa lebih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun