Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pentingnya Fasilitas Bilik Asmara di Lapas

7 Agustus 2019   15:51 Diperbarui: 9 Agustus 2019   01:07 19132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penjara | Gambar oleh Ichigo121212 dari Pixabay

Bulan lalu santer pemberitaan mengenai fenomena gay di lapas Bandung. Ada juga yang lesbian, tapi tidak terlalu banyak dibahas.

Fenomena seperti ini, katanya, terjadi kebanyakan karena situasional, dimana seorang narapidana membutuhkan pelampiasan kebutuhan biologisnya. Karena terpaksa, maka sesama jenis diterkam juga. 

Ada yang melakukannya dengan sukarela (suka sama suka), ada juga karena terpaksa akibat butuh hidup di penjara, yang terpaksa ini biasanya diimingi uang, rokok, makanan ataupun narkoba. 

Saya kurang paham bagaimana para narapidana ini mendapatkan uang, ataupun narkoba, karena pemberitaannya tidak dikulik lebih jauh.

Namun biasanya dengan iming-iming seperti itu, mau tidak mau narapidana lain (biasanya narapidana yang baru masuk) menerimanya.

Hubungan seksual biasanya dilakukan pada siang hari di kamar mandi, biasanya petugas tidak akan memeriksa sampai ke kamar mandi, katanya.

Dan saat mereka melakukannya pun, para napi ini meminta napi lainnya untuk berjaga-jaga kalau ada petugas datang.

Karena kalau sampai terlihat, biasanya ada petugas yang segera memisahkan dengan menempatkan mereka di lapas yang berbeda, tapi ada juga yang mendiamkannya.

Hubungan yang dilakukan pun sama sekali tidak memakai alat pengaman. Andai ada, katanya memakai "mainan". Tapi apapun caranya, saya rasa sama sekali tidak ada jaminan kesehatan. 

Berdasarkan wawancara jurnalis dengan seorang Androlog, para napi yang sudah melakukan hal seperti itu, biasanya setelah keluar dari lapas, orientasi seksnya akan kembali seperti semula, karena apa yang dilakukannya di dalam lapas akibat keadaan yang terpaksa.

Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa orientasi seksnya akan menyimpang karena teringat kenikmatan yang didapatnya di lapas. 

Fajar Nur Cahyono, Kalapas Ciamis, menyebutkan bahwa jumlah narapidana yang terlalu banyak dalam lapas, menjadi salah satu faktor yang membuat penyimpangan seksual, karena mungkin jumlahnya yang banyak membuat petugas tidak bisa terus mengontrol dan membina para napi yang ada satu per satu.

Fajar memberikan saran agar pemerintah memberikan rehabilitasi bagi orang-orang yang melakukan tindak kejahatan kecil, agar lapas tidak menjadi overcrowded. 

Pengadaan bilik asmara, menjadi solusi yang disetujui oleh Fajar selaku Kalapas Ciamis, Pak Asep dari Yayasan Manasix di Tasikmalaya, Dr. Nugroho Setiawan selaku Androlog. Karena biar bagaimanapun para napi ini masihlah manusia, dan penyaluran kebutuhan biologis sangatlah manusiawi. 

Liberti Sitinjak, Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, menjelaskan bahwa bila antar napi ini sering menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan cara yang menyimpang, hal tersebut akan berdampak pada kualitas kesehatan, baik itu antar napi yang melakukan, para penghuni lainnya dan petugas lapas. Apalagi homoseksual ini bisa menjadi perilaku yang menular.

Dan sependapat dengan Kalapas Ciamis, Liberti Sitinjak juga mengatakan bahwa jumlah narapidana yang overcrowded menjadi faktor pemicu penyimpangan seksual yang dilakukan para napi. Petugas lapas perlu bekerja sangat keras untuk dapat mengatasi dampak overcrowded ini.

Namun respon yang diberikan oleh Ade Kusmanto, Kepala Humas Ditjen Permasyarakatan, perlu pengkajian lebih mendalam perlunya pengadaan bilik asmara itu sendiri, sehingga pengadaan bilik asmara tidak menjadi solusi karena respon dari pemberitaan yang ada.

Saat ini ia akui bahwa belum ada aturan hukum mengenai pengadaan bilik asmara di Indonesia.

Bergerak ke luar negeri, fasilitas bilik asmara, dinamakan conjugal visit. Ada beberapa negara yang mengizinkan adanya fasilitas bilik asmara, ada juga yang seperti di Indonesia tidak mengizinkan. Fasilitas bilik asmara ini hanya mengizinkan para napi berhubungan dengan pasangan resminya saja. 

Kalau di Singapura sendiri, conjugal visit ini diizinkan, dan waktu kunjungan hanya diperbolehkan pada hari kerja, tidak boleh dikunjungi pada akhir minggu.

Kunjungan seperti ini menjadi bagian dari program rehabilitasi untuk para napi, degnan tujuan mereka akan kembali ke kehidupan normal setelah dibebaskan dan memperkecil kemungkinan terulangnya tindak kejahatan. 

Di India, tidak hanya diperbolehkan untuk conjugal visit, tapi diperbolehkan juga untuk menikah di penjara. Pakistan dan Turki juga mengizinkan adanya conjugal visit dengan kebijakan tertentu.

Misalnya di Turki, hanya napi yang memiliki perilaku dan sikap yang baik yang mendapat conjugal visit. 

Di Amerika, negara Mexico, Brasil dan Kanada mengizinkan adanya conjugal visit, dengan berbagai aturan yang berbeda.

Ada yang hanya boleh bertemu 72 jam dalam 2 bulan, ada juga yang hanya boleh bertemu hanya 3 jam selama minggu keempat sampai kedelapan, dan ada juga yang boleh setiap saat. Tergantung dari kebijakan masing-masing negara.

Eropa sendiri, seperti negara Denmark, Prancis, Jerman dan Spanyol, serta Rusia mengizinkan conjugal visit, dan tentu dengan kebijakan yang berbeda-benda.

Namun di United Kingdom tidak ada yang namanya conjugal visit, tapi ada yang namanya kunjungan rumah, yang hanya diperbolehkan untuk napi yang memiliki perilaku yang baik dan tidak memiliki kecenderungan melarikan diri, serta masa tahanannya sudah mau habis.

Nah, di Norwegia yang sudah terkenal dengan penjaranya yang enak dan nyaman, juga mengizinkan adanya conjugal visit, bahkan juga memberlakukan kebijakan keluarga bisa mengunjungi para napi dua kali seminggu selama dua jam.

Sedangkan, di United States dan New Zealand tidak mengizinkan adanya conjugal visit. 

Sebenarnya di dalam penjara sendiri, seperti yang saya tonton dalam tayangan YouTube, para napi disediakan banyak kegiatan positif, seperti ada kelas pramuka, pengajian, dan ada juga yang mengerjakan kerajinan tangan, bahkan olahraga seperti sepak bola juga diadakan.

Namun, mungkin kegiatan positif tersebut masih belum mampu membuat pikiran para napi teralihkan dari kebutuhan biologis yang harus disalurkan.

Bagi para napi, yang biasanya sudah berkeluarga, sex menjadi suatu kebutuhan primer sehingga perlu disalurkan. 

Menurut seksolog Zoya Amirin, kebutuhan seks haruslah disalurkan, bila tidak terpenuhi maka akan berdampak pada fisik dan psikis.

Secara psikis, seseorang akan menjadi mudah marah, tidak bahagia, sinis, dan memiliki perilaku negatif lainnya. Sedangkan dampak secara fisik, seseorang akan mengalami psikosomatis, biduran, rambut rontok dan gejala stres. 

Setelah membaca ini semua, saya pribadi menyetujui adanya fasilitas bilik asmara, agar para napi yang sudah masuk lapas tidak semakin tersiksa dan mengalami gangguan psikologis, yang akhirnya menjadikan orientasi seksualnya menyimpang, karena kebutuhan biologisnya, atau karena terpaksa supaya bisa hidup mendapatkan uang untuk makan, rokok ataupun narkoba.

Lapas ditujukan untuk membuat para napi mendapatkan bimbingan moral yang baik, sehingga ketika mereka keluar dari lapas, mereka akan kembali ke kehidupan normal dan tidak melakukan tindakan abnormal lainnya di lingkungan masyarakat, yang bisa jadi malah menularkan perilaku buruk, penyakit seksual, ataupun melakukan hal-hal diluar norma sosial masyarakat, yang mereka anggap sebagai suatu yang normal, karena kebiasaan buruk yang sudah biasa dilakukan saat di lapas. 

Referensi: 

  • Mud/Ern (10 Juli 2019). Fenomena Gay di Lapas, Ini Kesaksian Eks Napi di Jabar. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari DetikNews.com
  • Danu Damarjati (10 Juli 2019). Benarkah Sesaknya Penjara Bikin Napi Jadi Gay? Aktivis LGBT Tak Setuju. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari DetikNews.com
  • Pebriansyah Ariefana (9 Juli 2019). Narapidana Bisa jadi Gay dan Lesbian di Penjara Indonesia. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Suara.com
  • Yopi Makdori (10 Juli 2019). Fenomena Napi Gay dan Lesbian di Lapas, Akibat Over Kapasitas?. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Liputan6.com
  • Aksara Bebey (8 Juli 2019). Kemenkumham : Kebutuhan Biologis Tak Tersalurkan, Napi Berubah Jadi Gay dan Lesbi. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Liputan6.com
  • Rizqika Arrum  (25 Juli 2019). Terpaksa Menjadi Gay di Balik Jeruji Besi. Diakses tanggal 6 Agustus 2019 dari YouTube Channel Detik.com
  • Conjugal Visit. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Wikipedia.org
  • Max Towle (17 Juli 2017). Should Prisoners Be Allowed to Have Sex?. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Rnz.co.nz
  • Consider allowing inmates conjugal visits, private time with families (11 Desember 2016). Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Straitstimes.com
  • Norway embraces family visits for prisoners (7 May 2014). Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Barrowcadbury.org.uk
  • Hesti Pratiwi (30 Agustus 2012). Kalau Kebutuhan Seks Tidak Terpenuhi. Diakses tanggal 7 Agustus 2019 dari Lifestyle.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun