Mohon tunggu...
Nana Arlina
Nana Arlina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Punya nama pena Nana Arlina.\r\nSuka jalan-jalan, mengamati dan menulis di nana-arlina.blogspot.com dan www.ilmuterbang.com\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

A Ph.D (Permanent Head Damage) Student

11 September 2010   14:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:18 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada waktu lulus S1, dapat gelar B.Eng ngerasa pengen nyambung lagi, secara ada yang mo nyekolahin dan juga pengen nantinya nggak ngerasa ‘Become an Employee is Not Good’' (weitsss....gaya euy). Jadinya ngelanjutin ke jenjang S2 dan dapet gelar M.Sc. Katanya sih M.Sc ini punya kepanjangan ‘May be Smart or Crazy’. Nah Lho! Trus gimana, ya udah dilanjutin ke S3 alias Ph.D,….dan taunya Ph.D itu punya artian ‘Permanent Head Damage’.

Olok-olok sesama teman kuliah dibilang bahwa yang terjun ke jalur professional selepas S2 lebih ‘smart’ daripada yang memutuskan meneruskan ke jenjang S3 yang dikategorikan ‘crazy’. Katanya sih, ya iyalah ‘crazy’ gimana enggak, lha ‘permanent head damage’ kok dikejar,..ha..ha.

Beginilah kelakar diantara kami para pelajar Ph.D yang sedang menuntut ilmu di negeri seberang. Ada beberapa hal yang tabu dibicarakan di ruang publik alias pas kumpul-kumpul. Misalnya menanyakan kemajuan riset atau kapan mau submit thesisnya, waduh itu sama aja kaya menanyakan apa warna celana dalammu…^_^. Masih mending nanyain berat badan ato umur, itu mah nggak sesensitif pertanyaan diatas,..hehehe

Itulah kira-kira gambaran bagaimana sensitifnya pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Bekerja 3-5 tahun dengan meneliti hal yang sama setiap harinya bukanlah suatu pekerjaan mudah. Rasa bosan tentu saja sering hinggap, dan jangan ditanya bagaimana rasa kesal, gondok dan frustasi hadir kalau pekerjaan kita bermasalah. Masalahnya bisa apa saja, mulai dari professor pembimbing yang tiba-tiba minta melakukan analisis dengan metode yang lain, simulasi yang nggak jalan-jalan, data hilang dan back-upnya juga tidak ada, pokoknya segala macam deh.

Salah seorang professor disini mengatakan bahwa untuk memperoleh gelar Ph.D itu yang dibutuhkan hanya 20% intelejensi, sedangkan 80%nya lagi adalah ketahanan. Kenapa? Karena untuk melakukan penelitian atas objek yang sama selama bertahun-tahun dibutuhkan ketahanan yang isinya keuletan, ketabahan, kesabaran dan kemauan.

Ada 3 level berbeda yang sensitifitasnya berbeda juga. Level pertama adalah level proposal yang merupakan level untuk mempersiapkan penelitian alias research proposal. Di level ini, walau kadang diburu-buru professor pembimbing tapi masih bisa tersenyum lebar karena masih penuh dengan optimisme, sehingga target waktupun disusun.Maklum baru mencoba jadi anak Ph.D jadi masih semangat.

Sampai di level kedua, yaitu level pengumpulan data dan analisa. Di level ini semangat biasanya masih cukup bagus secara mulai mengimplementasikan rancangan yang dibuat di proposal. Tapi, pas saat menganalisa masalah-masalah mulai timbul. Mulai dari software yang gak jalan, data yang kurang, pembimbing minta analisisnya ditambah, atau bahkan lupa men-save data.

Nah, biasanya nih di level ini penyakit ‘kepikunan’ mulai hinggap. Tanda-tandanya adalah mulai terjadi disorientasi waktu, lupa meletakkan sesuatu ataupun lupa sisiran. Yang nggak lupa itu adalah jadwal meeting dengan pembimbing, namun biasanya jadwal ini diiringi dengan histeria karena analisis belum kelar. Dilevel ini kandidat Ph.D sudah sukses meraih gelar ‘Partially Head Damage’,…..tapi masih blom permanent…^_^

Sukses melewati level kedua, maka level ketiga adalah level penyelesaian alias menuliskan apa yang sudah diteliti. Dilevel ini sensitifitas meningkat tajam seiring dengan kemajuan tulisan. Sehingga air mukapun disesuaikan dengan chapter berapa yang sedang ditulis. Kalau wajahnya datar dan tidak banyak ekspresi berarti lagi mengerjakan chapter metodologi, yang mana tinggal revisi sedikit-sedikit dari proposal lalu soalnya ndak perlu mikir banyak.Tinggal cut and paste trus nambah sedikit-sedikit sesuai dengan yang sudah dikerjakan.

Kalau wajahnya sudah mulai berkerut dengan mata merah, berarti sedang mengerjakan chapter result dan literatur review. Gimana enggak merah matanya, soalnya harus membaca tumpukan jurnal dan buku-buku. Ditambah juga harus membaca ulang lagi data-data yang ada.

Nah, kalau pandangan mata kosong, rambut ndak terurus, dan sering telmi, ini berarti sedang mengerjakan chapter akhir alias konklusi. Kenapa? Soalnya mesti menghubungkan teori dan hasil serta rekomendasi untuk penilitian dimasa datang. Histeria bakalan muncul ketika pas sudah mau kelar, tahu-tahu dibelahan dunia lain muncul penelitian baru tentang riset yang dikerjakan sehingga butuh revisi lagi.

Dilevel tiga ini, biasanya penyakit kepikunan sudah memasuki level akut dimana disorientasi waktu semakin parah serta emosi tidak stabil. Untuk mengatasi disorientasi waktu biasanya dibutuhkan beberapa reminder, mulai dari di notebook, PC, kalender dinding, kalender meja, ataupun dengan menuliskan note. Tapi yang suka jadi masalah adalah lupa untuk melihat dan menengok remindernya,…he..he..

Sedangkan masalah emosi, ini memang sedikit lain. Karena itu sesuai dengan hasil meeting dengan pembimbing, kalau banyak coretan untuk direvisi biasanya akan mengakibatkan detak jantung cepat, keluar keringat dingin dan bisa-bisa air mata meleleh tanpa bisa dibendung. Tapi yang paling parah itu adalah penyakit telmi. Jadi jangan coba-coba tanya siapa itu Justin Bieber, udah pasti kaga tau, malah nanti dikira Justin Bieber itu peneliti pula. Tapi coba tanyakan tentang penelitiannya, waduh bisa sehari ngasih ceramah nerangin segala sesuatunya hingga ke detil-detilnya. Satu lagi, target waktu yang disusun pada level kesatu bisa jadi masih bisa digunakan atau butuh revisi. Tapi biasanya sih, sudah dibuang entah kemana secara ndak jelas kapan mau selesainya,..ha..ha..

Nah, jika tanda-tanda itu sudah terpenuhi di level ketiga. Sepertinya gelar ‘permanent head damage’ sudah hampir tercapai, hanya tinggal menunggu submit dan sidang saja sehingga secara official gelar Ph.D bisa disandang. Proses memperoleh gelar Ph.D inilah yang membutuhkan kesabaran, karena akan terjadi pergeseran persepsi dan pola pikir, dari mulai merancang, menganalisa hingga memperoleh kesimpulan. Hasil akhir ini lah yang akan membentuk pola pikir dengan karakteristik tersendiri.

Menarik bukan? Jadi sebenarnya Ph.D itu adalah sebuah proses. Proses pembentukan pola pikir, ketahanan, dan keuletan dalam mendalami serta mengerjakan sesuatu. Bagaimana? Apakah tertarik untuk bergabung bersama kami?...... ^_^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun