Mohon tunggu...
Namira Syifa
Namira Syifa Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Padjadjaran

A student majoring in Sociology. Eager to learn new things and actively looking for new challenges to explore and grow.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Polemik Piala Dunia 2022: Pernyataan Larangan LGBT Oleh Qatar Memicu Kecaman

6 Desember 2022   11:14 Diperbarui: 6 Desember 2022   11:42 1528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini, seluruh dunia diramaikan dengan sebuah event sepak bola internasional yang sangat besar, yaitu Piala Dunia FIFA 2022. Piala Dunia FIFA 2022 merupakan putaran final ke-22 Piala Dunia FIFA, turnamen sepak bola internasional yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali dan diikuti oleh tim nasional pria senior anggota Fédération Internationale de Football Association (FIFA), badan pengatur sepak bola dunia. FIFA memberikan kepercayaan kepada Qatar untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 yang dijadwalkan berlangsung pada 20 November hingga 18 Desember 2022.

Qatar merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang hukum dan adatnya mengikuti tradisi Islam. Sejak 2013, Qatar dipimpin oleh H.H. Sheikh Tamim bin Hamad bin Khalifa Al-Thani. Tak heran, Piala Dunia 2022 terlihat kental dengan nuansa Islami. Hal ini terlihat pada acara pembukaan Piala Dunia 2022 yang diiringi dengan bacaan Al-Quran, pembacaan hadits nabi, serta penyampaian beberapa larangan sesuai hukum negara Qatar selama penyelenggaraan Piala Dunia 2022. Salah satunya adalah larangan terhadap kampanye LGBT. LGBT merupakan akronim dari Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Keamanan Piala Dunia 2022, Abdullah Al Nasari:

"Jika Anda ingin mengungkapkan pandangan Anda mengenai LGBT, lakukanlah dalam masyarakat yang bisa menerima hal itu. Jangan datang dan menghina seluruh masyarakat (kami)."

Qatar diketahui mengkategorikan homoseksual atau LGBT ke dalam bentuk tindakan kriminal yang diancam oleh hukuman pidana. Aparat setempat secara terbuka melarang keberadaan LGBT, penggunaan simbol dan atribut yang terasosiasi dengan LGBT, serta aktivitas kampanye apapun yang terkait.  Hal ini kemudian menjadi salah satu sorotan dunia sekaligus menjadi perhatian serius bagi para penggemar sepak bola dunia yang lantang menyuarakan hak-hak kelompok LGBT. Ancaman pidana yang secara terbuka dan lantang disampaikan oleh Qatar dianggap melecehkan hak asasi anggota komunitas LGBT. Bahkan, sejumlah suporter nekat untuk tetap menunjukkan dukungan terhadap komunitas LGBT dengan mengenakan atribut pakaian atau topi bernuansa pelangi selama menghadiri pertandingan Piala Dunia 2022. 

Hingga kini, Qatar sebagai tuan rumah terus mendapatkan kritik, hujatan, dan kecaman terkait hal tersebut. Polemik larangan penggunaan atribut LGBT di ajang Piala Dunia 2022 menjadi perbincangan hangat pegiat media sosial. Sejumlah masyarakat hingga media-media Barat gencar mendorong Qatar untuk melunakkan aturan terkait atribut pelangi di dalam penyelenggaraan Piala Dunia 2022. Mereka menganggap bahwa larangan tersebut bersifat politik dan tidak ada kaitannya dengan turnamen sepak bola. Sebuah aksi protes juga digelar oleh sejumlah aktivis LGBT di depan Museum FIFA yang berlokasi di Zurich, Swiss. Aksi tersebut menuntut hak asasi bagi komunitas LGBT selama penyelenggaraan Piala Dunia 2022 di Qatar.

Berbagai protes yang dilayangkan kepada Qatar selaku tuan rumah Piala Dunia 2022 semakin panas ketika Ambassador Piala Dunia 2022 sekaligus mantan pemain internasional Qatar, Khalid Salman, menyampaikan kepada publik bahwa homoseksualitas merupakan suatu kerusakan dalam pikiran dan spiritual yang bersifat haram hukumnya. Pernyataan tersebut memicu reaksi berupa kecaman keras hingga seruan untuk menerapkan travel warning. Lesben- und Schwulenverband in Deutschland (LSVD), sebuah organisasi yang mendukung hak komunitas LGBT di Jerman, menuntut pemerintahnya untuk mengeluarkan travel warning ke Qatar dan membatalkan semua perjalanan resmi ke Piala Dunia. Sejumlah aktivis LGBT juga menyuarakan pemboikotan terhadap turnamen sepak bola internasional ini. Selain itu, reaksi negatif ditunjukkan pula oleh sejumlah selebriti dunia, seperti Dua Lipa. Pada laman Instagramnya, Dua Lipa diketahui secara terang-terangan menyatakan ketidaksetujuan terhadap Piala Dunia 2022. Dua Lipa menyatakan bahwa ia tidak akan tampil di acara pembukaan Piala Dunia 2022 dan ia akan bersedia untuk mengunjungi Qatar ketika Qatar telah mampu memenuhi seluruh janji hak asasi manusia yang dibuat ketika memenangkan hak untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Kasus di atas menunjukkan bahwa Qatar selaku tuan rumah Piala Dunia 2022 dan para masyarakat pendukung LGBT memiliki kepentingan sekaligus pemaknaan yang berbeda terhadap larangan yang ditegaskan oleh Qatar. Secara sosiologis, fenomena ini dapat dikaitkan dengan konsep stock of knowledge yang dijelaskan oleh Peter Berger dalam teori Konstruksi Sosial. Secara sederhana, stock of knowledge bisa dibatasi sebagai pengetahuan yang kita miliki tentang kehidupan sehari-hari dan dapat digunakan untuk menanggulangi berbagai masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Qatar secara turun-temurun telah mengkonstruksi nilai-nilai dan hukum Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini dibawa ke dalam salah satu aturan yang dikeluarkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, yakni pelarangan terhadap atribut serta kampanye apapun yang berkaitan dengan LGBT. Menurut hukum Islam, LGBT termasuk ke dalam suatu perbuatan menyimpang yang tidak boleh dilakukan. Seluruh ulama telah sepakat bahwa praktik LGBT memiliki hukum haram secara mutlak dan tidak ada ikhtilaf (perbedaan/perselisihan) di antara mereka dalam masalah ini. Sementara sejumlah masyarakat di dunia, terutama masyarakat Barat, cenderung tidak mengacu kepada nilai-nilai dan aturan agama Islam. 

Dewasa ini, beberapa negara di dunia--di antaranya Inggris, secara terang-terangan telah membela eksistensi serta menjamin pemenuhan hak asasi bagi warganya yang tergabung dalam komunitas LGBT. Di Inggris, warga LGBT memiliki hak hukum serta kebebasan yang sama dengan warga non-LGBT, termasuk di antaranya larangan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari hingga legalisasi pernikahan sesama jenis di Catatan Sipil. Dukungan bagi komunitas LGBT juga diserukan oleh beberapa negara lainnya seperti Amerika Serikat dan Belanda. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Barat memiliki stock of knowledge yang berbeda serta mengkonstruksikan nilai yang berbeda dengan Qatar dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika Qatar mengeluarkan larangan secara terbuka terhadap LGBT selama penyelenggaraan Piala Dunia 2022, hal tersebut menarik sejumlah masyarakat Barat untuk mengkonstruksi realita tersebut sesuai dengan stock of knowledge yang mereka miliki--sehingga kemudian muncul berbagai kecaman dan aksi protes yang menentang aturan tersebut.

Sumber : 

Fam, M. & Henao, L.A. (2022, November 9). Some LGBTQ fans skip Qatar World Cup, fearing hostility. Associated Press. Retriever December 1, 2022 from https://apnews.com/article/world-cup-soccer-sports-religion-679b18a9480573b7fb72633ace63cc7b

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun