Mohon tunggu...
Fahmi Namakule
Fahmi Namakule Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Kemerdekaan

14 Agustus 2017   23:53 Diperbarui: 15 Agustus 2017   00:38 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemerdekaan senantiasa menjadi dambaan bagi setiap insan penghuni jagat ini. Tak peduli bangsa manapun, akan menjadikan diri dan kaumnya sebagai cita-cita perjuangan hidup bahwa berada didalam tekanan imperialisme atau kolonialisme asing adalah menjadi momok yang senantiasa wajib dipertanyakan.

Itulah sebabnya secara konvensional kemerdekaan dimaknai sebagai suatu hak yang wajib dipegang teguh oleh sitiap bangsa. Tidak boleh lagi dada sekelompok bangsa ada dalam tekanan kekuasaan bangsa lain, satu sama lain saling duduk sejajar dan berdampingan.

Indonesia adalah salah satu bangsa yang memperoleh kemerdekaannya dengan sebuah proses perjuangan yang panjang. Terlepas dari kolonialisme bangsa belanda selama ratusan tahun

Berkat perjuangan disertai nilai yang tulus iklas, tanpa mengenal kata menyerah dan mundur, pada fase perjuangan nasionalisme abad ke-20, para pendahulu kita kencang melakukan perjuangan dan penolakan terhadap keberadaan kaum penjaja.

Tetesan darah para pejuang yang syuhada yang iklas menjadi pertanda betapa negeri ini menjadi teramat istimewa bagi kita semua yang menjadi generasi penerus bangsa, orang tua kita saling bahu-membahu mengangkat senjata demi membela tanah air. Dan kekayaan negeri ini dipersembahkan kepada anak cucu untuk dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tetapi apa yang kemudian terjadi para anak cucuh rupahnya telah melupahkan apa yang menjadi pesan orang tua, kita lalu saling ribut satu sama lain, sibuk bertengkar dan saling terjepit didalam ruang disharmonisasi kehidupan berbangsa.

Kita lalu terjebak dalam kekelutan hidup dan ketidakmenentuan nasib sehingga menjadi bangsa yang begitu lemah miskin daya dan tergadai. Nilai-nilai kemerdekaan yang diraih melalui tetesan darah para syuhada itu seakan hilang ditelan bumi. Kemerdekaan yang semestinya berlanjut pada kemandirian hidup, semakin tidak tampak. Kita masih bergantung pada bangsa lain mengapa itu terjadi ?. kita patut merenungnya.

Kesalahan dalam menata dan mengurus bangsa dan negara adalah sebuah kekeliruan yang tak boleh dibiarkan, harus ada kesadaran tentang nilai-nilai jati diri kebangsaan yang luhur yang menjadi titipan para pendahulu. Nikmat kemerdekaan yang hilang harus dikembalikan lagi kepada para pemiliknya yang sah, yaitu para generasi penerus bangsa. Kita tidak boleh terpaku dan terus diam dalam ketidakberdayaan.

Ketika hari ini aku dituntut oleh hati untuk berbicara tentang realitas bangsa, aku hanya bisa menangis dibalik kesengsaraan kaum gelandangan, aku hanya bisa tetap berjalan bersama orang-orang yang mengharapkan keadilan dan pada saat itu aku melihat penderitaan yang terjadi. Orang-orang yang mati dijalanan karena kelaparan, bayi-bayi yang menangis ditengah kebisingan kota hanya untuk bisa mendapatkan sebotol susu, kaum-kaum tua yang terlihat dibalik tumpukan sampah sedang mencari sesuap nasip, para sarjanah muda yang bingung melihat lowongan kerja, cakrawala bola mata orang-orang kumuh yang hanya bisa melihat aksesoris kota.

Gedung-gedung yang dihuni orang-orang berdasi, apakah pernah terlintas difikiran mereka tentang pertanyaan-pertanyaan yang tidak mampu dijawab yaitu :

"Wahai saudarah-saudarahku sebangsa, dan setanah air, apakah kalian tidak pernah melihat pada realitas yang terjadi hari ini ?.. Apakah kalian pernah berfikir tentang penderitaan rakyat jelata ?..  Apakah kalian tidak pernah berfikir tentang kesehjateraan sosial ?.. Saudarahku kita semua adalah anak kandung negeri ini, kita semua lahir dari satu rahim yaitu rahim ibu pertiwi. Lantas kenapa ada perbedaan diantara kita ?.. kenapa kau biarkan penjajah-penjajah moderen terus berterbangan di bangsa ini ?.."

Kehadiran mereka sebagai perampok, yang semata-mata mau mengambil kekayaan bangsa indonesia dan mengadudombakan saudarah-saudarah kita sendiri sehingga mengerucut kepada konflik komunal dimana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun