Wisata religi selalu menjadi destinasi utama para umat Islam yang ingin berziarah, memperdalam ilmu agama, meraup barokah, atau mendoakan para wali dan 'alim ulama, khususnya pada bulan Ramadhan. Tidak ada wisata religi yang sepi jika Ramadhan telah menyambut. Mulai dari masjid, makam para wali, hingga museum dan perpustakaan bernuansa keagamaan selalu menjadi destinasi wisata yang menyita perhatian para wisatawan karena menyimpan berjuta histori di dalamnya, tidak terkecuali wisata religi di Kota Kediri.
Julukan Kota Santri yang telah disandang bertahun-tahun oleh Kota Kediri nyatanya bukan hanya julukan semata, namun juga memiliki sejarahnya tersendiri. Sejarah awal mula penyebaran agama Islam di Kota Kediri erat kaitannya dengan keberadaan Masjid Auliya' Setono Gedong yang berdampingan dengan Makam Syekh Al-Wasil Syamsuddin atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pangeran Mekkah. Bagaimanakah babad penyebaran Islam di Kota Kediri? Simak historinya berikut ini, ya.
Masjid Auliya' Setono Gedong, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Kota Kediri
Masjid yang berlokasi di Jl. Setono Gedong Gg. 2 No.19, Setono Gedong, Kecamatan Kota, Kota Kediri ini merupakan destinasi andalan para wisatawan, terlebih lagi di bulan Ramadhan. Letaknya yang berada di jantung kota, dekat dengan stasiun Kediri dan Jalan Dhoho membuat Masjid Auliya' ini tak pernah sepi pengunjung.
Masjid Auliya' yang dibangun pada tahun 1967 ini dulunya merupakan tempat sesembahan kepercayaan tertentu, namun kemudian dialihfungsikan menjadi bangunan masjid yang di belakangnya terdapat makam-makam para bangsawan, tokoh-tokoh penting, dan juga 'alim ulama yang menyebarkan Islam di Kota Kediri, salah satunya adalah Syekh Al-Wasil Syamsuddin atau Mbah Wasil atau Pangeran Makkah yang diyakini masyarakat setempat sebagai tokoh penting yang memiliki pengaruh besar dalam proses penyebaran agama Islam di Kota Kediri.
Utusan dari Turki, Menyebarkan Agama Islam di Kota Kediri
Syekh Al-Wasil Syamsuddin/Pangeran Makkah/Mbah Wasil adalah utusan dari Istanbul, Turki yang masuk ke tanah Jawa pada abad ke-11. Jauh sebelum Wali Songo datang dan menyebarkan agama Islam di seluruh penjuru Nusantara, Syekh Wasil sudah lebih dulu memulai perjuangan untuk menyebarkan agama Islam khususnya di Kota Kediri. Pada saat itu, Syekh Wasil melakukan kunjungan ke Kota Kediri dengan tujuan untuk mempelajari budaya, karakter masyarakat, dan menjalin hubungan baik dengan Raja yang sedang memerintah, yakni Sri Adji Djoyoboyo atau biasa kita kenal dengan Raja Joyoboyo.
Syekh Wasil berdakwah kepada masyarakat di Kota Kediri dengan metode pendekatan pada Raja Joyoboyo melalui tutur sapa dan perbuatan baiknya sesuai akidah dan ajarah Islam. Itulah alasan kenapa beliau mendapatkan nama "Wasil" dari masyarakat setempat, karena beliau sering menyampaikan wasil (tutur kata dan petuah yang baik) ketika menyampaikan ajaran Islam. Berkat metode dakwah tersebut, banyak masyarakat Kota Kediri yang akhirnya memeluk agama Islam. Metode yang sangat unik, bukan? Bahkan, beberapa masyarakat setempat percaya bahwa Kitab Jongko Joyoboyo yang berisi tentang ramalan Raja Joyoboyo untuk pulau Jawa merupakan hasil dari kedekatan Syekh Wasil dengan Raja Joyoboyo.
Makam Syekh Wasil yang berada di kompleks masjid Auliya' Setono Gedong ini selalu menjadi tujuan utama para peziarah yang ingin mendoakan para 'alim ulama. Selain makam Syekh Wasil, terdapat juga makam-makam tokoh penting lainnya seperti makam Amangkurat III, Sunan Penanggung, Sunan Bagus, Sunan Demang, Sunan Bakul, Sunan Kabul, dan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya. Jadi, para peziarah tidak perlu bersusah-susah ketika ingin berkunjung untuk mendoakan para ulama karena makamnya berada di satu kompleks yang berdekatan. Ibarat kata, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali berkunjung, dapat mengunjungi banyak tokoh-tokoh yang punya pengaruh besar dalam penyebaran Islam di Kota Kediri.
Peranan Masjid Auliya' yang Masih Eksis Hingga Kini
Kebanyakan dari kita masih beranggapan bahwa masjid hanyalah bangunan tempat shalat umat Islam. Tetapi sebenarnya, kata masjid berasal dari sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan ta'dzim. Dapat diartikan bahwa masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah semata. Masjid tidak harus besar, berkubah, dan dihiasi banyak lukisan kaligrafi karena sejatinya seluruh permukaan bumi adalah masjid sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW yang artinya:
Seluruh bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan tempat pemandian (HR. Tirmidzi)