Mohon tunggu...
Najmie Zulfikar
Najmie Zulfikar Mohon Tunggu... Administrasi - Putra : Hamas-ruchan

Pe[ngen]nulis | Konten Kreator YouTube | Channel : James Kalica

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Tulisan dan Literasi Digital

2 Juli 2019   08:14 Diperbarui: 2 Juli 2019   08:32 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Garudigital

Kemampuan literasi merupakan satu diantara komponen utama dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) demi kemajuan sebuah bangsa. Literasi jika ditafsirkan secara sempit mempunyai makna melek huruf. Artinya seseorang dapat melakukan kegiatan membaca dan menulis dalam kegiatan sehari-harinya.

Namun, apakah kondisi literasi bangsa ini sudah lebih baik dari bangsa-bangsa lainnya?

Merujuk riset yang dilakukan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006. PIRLS melakukan kajian terhadap 45 negara maju dan berkembang dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) dan memperoleh hasil yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke 41.

Kondisi ini sungguh sangat ironi. Bukan berarti anak-anak Indonesia tidak bisa baca tulis, akan tetapi kebiasaan membaca dalam kehidupan sehari-hari belum terbiasa. Kebiasaan orang-orang saat menunggu bus di halte sambil membaca buku jarang untuk dijumpai. 

Apalagi melihat generasi muda membuka lembaran novel maupun cerpen di dalam kereta. Hal ini justru berbanding terbalik dengan negara-negara yang mempunyai kemampuan literasi yang jauh lebih baik. 

Waktu yang kosong, sesegera mungkin diisi dengan kegiatan membaca. Fenomena yang terjadi pada masyarakat kita, dikenal dengan masyarakat aliterat (Nur diyanti, 2010).

Kemampuan literasi tak hanya sebatas melek huruf saja, namun mencakup hal-hal yang lebih luas. Pemahaman terkini mengenai makna literasi mencakup kemampuan membaca, memahami, dan mengapresiasi berbagai bentuk komunikasi secara kritis, yang meliputi bahasa lisan, komunikasi tulis, komunikasi yang terjadi melalui media cetak atau pun elektronik (Wardana dan Zamzam, 2014).

Zaman yang saat ini dikenal dengan industri 4.0 menghadapkan pada dua literasi. Literasi yang pertama adalah literasi tulisan. Sedangkan yang kedua adalah literasi digital. 

Riset yang dikemukakan oleh PIRLS merupakan gambaran dari literasi tulisan yang saat ini belum sepenuhnya terselesaikan. Kondisi perputaran zaman menambah baru beban literasi yang yang harus diselesaikan bersama yakni literasi digital.

Literasi digital membawa kultur baru dimana harmonisnya kedua telapak tangan dengan gadget amat sulit untuk dipisahkan. Dan kemudahan dunia berasa dalam satu genggaman. 

Tangan yang jika digunakan untuk bersalaman dapat menjalin persaudaran. Akan menjadi berbeda cerita, ketika tangan bertemu gadget dalam bermedia sosial. 

Hujat menghujat, adu domba, nyinyir di media sosial dapat memecah belah persatuan. Jika dahulu mulutmu adalah harimau mu. Nampak hal tersebut mulai tergantikan dengan jempol mu adalah harimau mu.

Membaca informasi ataupun pesan-pesan di media sosial saat ini. Bukan hanya sekedar membaca, namun juga harus mehami maknanya. Jika informasi yang dibaca syarat akan manfaat, sudah barang tentu untuk disebar luaskan. Jika informasinya bernuansa hate speech, hoax, provokatif juga menjadi tugas bersama untuk tidak menyebarluas ke ranah yang lebih luas.

Informasi yang menyesatkan diciptakan untuk membuat kegaduhan. Oknum yang tidak bertanggung jawab ini bekerja secara Terstruktur, Sistematis dan Massif. Tujuannya jelas, menciptakan kegaduhan, perpecahan dan menghambat kerja Pemerintahan.

Menyambung dari apa yang disampaikan oleh Syech Yasin Abdul Aziz Tokoh Harakah Islamiyyah, dari Yaman bahwa sikap permusuhan sesungguhnya lahir dari kedengkian, makar, dan tipu daya terhadap harakah Islam. 

Oleh karena itu mereka berupaya untuk menguasai negara-negara islam dalam rangka melancarkan tipu dayanya agar senantiasa terjadi perpecahan antara jamaah-jamah Islam dan menghambat kemajuannya agar tidak sampai munculnya sebuah kedaulatan Islam.

Terlepas dari sekedar kebetulan atau sebuah kebenaran. Apa yang disampaikan Syech Yasin menggambarkan fenomena yang terjadi belakangan ini di tanah air. Isu sara, hate speech, hoax dan juga provokatif yang memicu tindakan makar massif terjadi dipermukaan. Sepertinya ada pihak-pihak yang tidak menginginkan sebuah kedaulatan negara Indonesia.

 Yang terbangun dari berbagai macam energi-energi yang bersumber dari perbedaan yang terbingkai dalam kebhinekaan. Tujuannya mengadu domba, menghasut sesama saudara sebangsa. Agar tidak tercipta sebuah kedaulatan Indonesia, yang tumbuh menjadi negara besar.

Kedua literasi diatas begitu penting demi kemajuan sebuah bangsa. Indonesia sebagai negara yang besar dan hiterogen masyarakatnya harus melek tulisan dan digital. Namun meliterasikan masyarakat masih menjadi hambatan yang seutuhnya belum rampung secara tuntas.

Pemerintah juga tidak tinggal diam. Untuk meningkatkan literasi, pemerintah telah melakukan "Gerakan Literasi Sekolah" yang bertujuan untuk membangun kultur literasi bagi semua siswa (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016).

Melakukan dan mengkampanyekan gerakan literasi di sekolah pun masih belum cukup. Gerakan literasi sekolah perlu ditopang dengan gerakan literasi keluarga. 

Mengingat keluarga mempunyai peranan yang begitu penting dalam mendidik individu-individu didalamnya. Keluarga merupakan sekumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung didalamnya (Ki Hajar Dewantara,1961).

Kedudukan keluarga dipandang sebagai salah satu wadah pendidikan. Sebuah keluarga minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak.  Dapat ditafsirkan peranan orang tua (ayah dan ibu) merupakan guru yang bertugas mengedukasi serta memberikan tauladan bagi anggota-anggota didalamnya. Mendidik  anak adalah tanggung jawab orang tuanya juga. Itu yang perlu menjadi mindset semua orang tua.

Kecenderungan sifat meniru (imitasi) yang dimiliki anak-anak. Harus dimanfaatkan dengan baik oleh orang tua.  Untuk membentuk karakter dan mengedukasi segala hal yang dianggap perlu ditanamkan. Salah satunya membangun kultur literasi.

Literasi tulisan dapat dilakukan dengan cara membacakan buku cerita sebelum tidur. Membacakan cerita bagi anak-anak dapat mengembangkan pengetahuan dan menambah kosa kata bahasa. 

Selain itu kebiasaan ayah yang membaca koran di pagi hari dan seorang ibu yang membaca resep buku untuk memasak dapat menggugah hati anak untuk kepo mengenai apa yang dibaca oleh kedua orang tuanya. Kemudian mengikutinya untuk meniru apa yang dilihatnya.

Jika kultur literasi dalam keluarga sudah terbangun. Penting untuk membuat taman baca mini atau perpustakaan kecil yang berada tak jauh dari ruang keluarga agar minat baca dapat berjalan sacara sustainable. Sehingga kultur literasi kian melekat.

Lalu, bagaimana meliterasikan digital dalam keluarga?

Tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Dengan menggunakan pendekatan keluarga, jika setiap menerima informasi dan berita agar dipahami terlebih dahulu. Kemudian mengecek kebenarannya. Jangan terburu-buru untuk menyebarluaskan. Pemerintah melalui Kominfo telah membuat terobosan dengan adanya aplikasi untuk mengecek terkait sebuah kebenaran informasi ataupun berita. Sehingga apa yang disebarkan sebuah berita ataupun informasi benar atau bukan.

Selain itu, bijak dalam bermedia juga perlu ditanamkan. Bermedia di dunia maya sama halnya bersosialisasi di kehidupan nyata. Asas persaudaraan dan kerukunan agar terus digaungkan. Sehingga hujat menghujat dapat terhindarkan.

Membangun kultur literasi begitu penting dalam sebuah bangsa. Kemampuan literasi tulisan membawa kita jauh dari kedunguan. Sementara literasi digital menyelamatkan kita dari perpecahan serta menjaga kedaulatan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun