Mohon tunggu...
Najmie Zulfikar
Najmie Zulfikar Mohon Tunggu... Administrasi - Putra : Hamas-ruchan

Pe[ngen]nulis | Konten Kreator YouTube | Channel : James Kalica

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Petani Bukanlah Anak Tiri

18 Februari 2019   09:37 Diperbarui: 19 Februari 2019   13:14 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sawah di wilayah pulau Buru, Maluku.(KOMPAS/A PONCO ANGGORO)

Beberapa waktu lalu masyarakat sempat dihebohkan oleh aksi petani membuang hasil panennya yang sempat viral di media. Di antaranya petani buah naga yang ada di Banyuwangi-Jawa Timur, mereka membuang buah naga ke sungai sebagai luapan protes karena harga anjlok. Buah naga yang dipanen hanya dihargai Rp. 1000,- per kg.

Tidak berhenti disitu, kejadian serupa diikuti petani dari daerah lain melakukan aksi yang sama. Kejadian ini terjadi pada petani cabai di Kab. Demak yang membuang hasil panennya ke jalan sebagai bentuk protes terhadap harga yang anjlok.

Dibenak saya fenomena ini menimbulkan drama yang menghebohkan masyarakat. Toh, petani melakukan itu sebagai luapan kekecewaan karena hasil panennya tidak diterima sesuai ekpektasi harga. Sehingga mereka memilih media sosial sebagai alih-alih mendapat simpati dan meluapkan keluh kesah isi hati.

Kita paham sekali, media sosial menjadi sarana masyarakat dalam menyampaikan informasi dan peristiwa yang begitu cepat diketahui oleh khalayak. Karena era digitalisasi mampu mengakomodir apa yang kita rasakan dan butuhkan.

Aksi membuang hasil panenan karena harga anjlok di media sosial yang marak terjadi adalah hal yang lumrah. Karena itu merupakan respon protes yang langsung ingin dilontarkan. Aksi  ini bagian dari bentuk demokrasi yang terakomodir dalam digitalisasi untuk menyerukan isi hati. 

Apalagi Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Saya menganggap penyampaian isi hati melalui media sosial lebih cepat dari pada melaui si pemilik kursi di legislatif. Tujuannya jelas, ingin dilihat dan didengar oleh pemerintah secara langsung.  

Nyatanya, tidak lama dari aksi yang viral itu mendapat respon dari pemerintah. Seperti halnya di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo mewajibkan ASN dan non ASN untuk membeli cabai dari petani sebagai bentuk solusi anjloknya harga cabai. Saya melihat ada kekhawatiran dari anjloknya harga cabai, terhadap kelangsungan hidup dan beban produksi yang diterima oleh petani.

ilustrasi tanaman padi (Sumber: pxhere.com)
ilustrasi tanaman padi (Sumber: pxhere.com)
Mereka memikirkan bagaimana jadinya ketika harga anjlok tidak bisa menutup kebutuhan hidup dan beban produksi? Seperti halnya, bagaimana nanti membayar uang sekolah anaknya, uang belanja sehari-hari, kegiatan rukun tetangga dan bahkan modal menggarap selanjutnya.

Itulah cara petani memanfaatkan teknologi alih-alih meraih simpati dan menemukan solusi jangka pendek untuk menutup beban produksi. Agar terus produksi demi memenuhi kondisi serta tercapainya kedaulatan pangan.

Debat kedua capres

KPU telah merilis tema yang akan menjadi topik dalam debat kedua. Tema yang telah ditetapkan adalah Energi dan Pangan, Lingkungan hidup, Sumber Daya Alam, dan Infrastruktur. Menarik untuk saya cermati dari salah satu tema diatas, ketika membahas pangan tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun