Mohon tunggu...
Naila Ilma Ramadhani
Naila Ilma Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 24107030076

hallooo prenziii!! Silahkan menikmati hidangan kalimat demi kalimat dari penulis meskipun hanya sedikit rasa yang dapat dinikmati. Selamat menikmati!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyusuri Keheningan Penuh Makna di Pura Paku Alaman Yogyakarta

18 Mei 2025   22:39 Diperbarui: 18 Mei 2025   22:39 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penulis, Teman, dan KRT Projoanggoro Ketika Berkunjung di Pura Paku Alaman (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Halo Kompasianer!Siapa sangka, di balik hiruk-pikuk wisata Yogyakarta yang modern, tersimpan sebuah jejak sejarah yang tak kalah penting dari Keraton Yogyakarta. Pernahkah kalian mendengar tentang Pura Paku Alaman? 

Tempat ini bukan sekadar bangunan tua melainkan adalah saksi bisu dari kejayaan Kerajaan Mataram Islam, sekaligus simbol hidup budaya Jawa yang lestari hingga kini. Yuk, ikuti perjalanan saya menyusuri lorong-lorong penuh nilai sejarah dan makna di balik tembok Pura Paku Alaman!

Bangunan ini menjadi tempat tinggal resmi para Pangeran Paku Alam mulai tahun 1813 sampai dengan tahun 1950, ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia menjadikan Kadipaten Paku Alaman (bersama-sama Kesultanan Yogyakarta) sebagai sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi yang bernama Daerah Istimewa Yogyakarta.  

Ternyata, Pura Paku Alaman kini masih difungsikan sebagai rumah dinas sekaligus tempat singgah Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, yang juga bergelar KGPAA Paku Alam. Meski memiliki fungsi administratif modern, aura tradisi dan budaya masih sangat kental terasa di setiap sudut kompleks ini. 

Banyak orang mengira bahwa Keraton Yogyakarta dan Pura Paku Alaman adalah tempat yang sama. Padahal, keduanya memiliki peran dan sejarah yang berbeda. Keraton Yogyakarta adalah pusat kekuasaan utama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh seorang Sultan. 

Sementara itu, Pura Paku Alaman merupakan kediaman resmi Adipati Paku Alam, pemimpin dari Kadipaten Pakualaman sebuah wilayah yang berada di bawah naungan Kesultanan Yogyakarta, namun memiliki struktur dan otonomi tersendiri.

Jika Keraton adalah simbol pusat pemerintahan dan budaya Jawa dalam skala besar, maka Pura Paku Alaman bisa dianggap sebagai "adik" yang juga memainkan peran penting dalam pelestarian budaya dan sejarah, terutama dalam bidang seni sastra dan pertunjukan.

Memasuki kawasan Pura Paku Alaman, kita akan disambut oleh gerbang besar bercat putih dengan ornamen klasik khas arsitektur Jawa. Di atas gerbang tersebut terukir Setelah melewati gerbang, mata langsung disambut oleh taman berbentuk melingkar kemudian terdapat bangunan utama berarsitektur Joglo yang megah namun bersahaja. Bangunan utama itu sering kali dibuat untuk perayaan acara-acara tradisi tertentu. Kadipaten juga sering kali keluar dari pintu bangunan utama dan disambut oleh para abdi ndalemnya. 

Tanaman yang tumbuh di lingkungan Pura Paku Alaman bukanlah tanaman sembarangan. Setiap pohon dan tumbuhan dipilih dengan makna yang dalam, mewakili nilai-nilai tradisi dan filosofi Jawa. Misalnya, pohon sawo kecik yang tumbuh rapi di sisi halaman dipercaya melambangkan kesederhanaan, keteguhan hati, dan keluhuran budi pekerti. Tak heran, pohon ini sering ditanam di lingkungan keraton atau pura sebagai pengingat agar pemimpin dan rakyat selalu menjunjung moralitas. 

Di sudut lain, tumbuh pohon beringin kecil, simbol dari kekokohan, perlindungan, dan keseimbangan. Kehadirannya menghadirkan suasana teduh sekaligus kesan wibawa, seolah menjadi penjaga spiritual kawasan tersebut. Ada pula tanaman seperti kenanga dan melati, yang sering dikaitkan dengan kesucian dan ketulusan hati, biasanya digunakan dalam upacara adat atau sebagai bagian dari sesajen. 

Saat saya berkunjung ke Pura Paku Alaman, suasananya jauh dari hiruk-pikuk keramaian wisata. Hanya terlihat tiga rombongan kecil yang datang. Untuk bisa mengelilingi kompleks pura, kami harus dipandu oleh abdi dalem, para penjaga tradisi yang dengan ramah namun tegas mengarahkan jalur kunjungan. Tidak semua area bisa diakses oleh sembarang orang. Ada batas-batas tertentu yang dijaga dengan ketat, demi menjaga kesucian tempat dan menghormati fungsi-fungsi khusus yang masih aktif dijalankan hingga kini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun