Di usia 20 tahun dimana banyak pemuda masih terobsesi dengan kesenangan, salah satu pemuda asli Jepara malah memutuskan hidup mandiri di kota rantauannya tanpa adanya sponsor dari orang tua. Pemuda itu kerap disapa Farich Ramdani. Ia sudah mengambil langkah besar yakni membangun dan mengelola sebuah warung makan indomie (warmindo) yang kini ramai pengunjung setiap harinya. Dengan semangat, keberanian, dan kerja keras, ia membuktikan bahwa usia muda bukan penghalang untuk sukses.
Hidup dengan latar belakang broken home menjadikan Farich sebagai seseorang yang bertekad mandiri dan pekerja keras. Perjalanan karirnya dimulai dengan menjadi driver ojol saat Ia masih duduk di bangku kelas 3 SMA. "Ngojolnya setiap hari libur minimal seminggu sekali sampai lulus SMA pun masih lanjut, jadi total ngojol saya kurleb 2 tahunan sampai terkumpul modal habis itu saya iseng-iseng buka angkringan di umur 18 tahun" ujar Farich.
"Angkringan baru jalan 3 bulan eh sudah ada masalah, diusir sama pemilik lahan padahal sebelumnya sudah menjalin kerjasama" pemaparan Farich ketika ditanya soal kegagalan pertama dalam berbisnis.
Namun, Farich tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam keterbatasan. Ia segera memutar otak, mencari celah di tengah kebuntuan. Baginya, setiap masalah pasti membawa serta benih solusi, tinggal bagaimana ia menemukannya. Dan benar saja, semesta seolah merespons tekadnya. Takdir mempertemukannya dengan sosok baik yang membuka peluang untuk berkolaborasi dalam membangun usaha kuliner.
Tanpa banyak ragu, Farich memutuskan untuk mendirikan warmindo kecil-kecilan dengan modal seadanya. Tapi baginya, ini bukan sekadar tempat untuk mencari nafkah. Warmindo itu ia anggap sebagai "sekolah kehidupan" ruang belajar nyata yang mengajarkan lebih banyak hal daripada yang pernah ia bayangkan.
Ia belajar mengelola keuangan dengan cermat, memahami seluk-beluk manajemen warung, meracik masakan yang menggugah selera, hingga merekrut dan membina karyawan -- semuanya ia lakukan sendiri dari nol. Setiap tantangan di warmindo itu bukan hanya menguji, tapi juga menempa dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat, tangguh, dan visioner.
Masalah besar bukan alasan untuk berhenti, justru jadi tantangan untuk naik level. Capek? Wajar. Tapi menyerah? Bukan pilihan. Usaha apapun, asal halal, jalanin tanpa malu. Tulus, ikhlas, dan kerja keras itu kunci membuka pintu-pintu rezeki yang lebih besar.
Dalam menjalankan usaha, Farich selalu berpegang teguh pada nilai kejujuran. Bagi Farich, sekecil apa pun, kejujuran itu harga mati. Misal, saat menemukan uang yang tertinggal, ia memilih untuk mengumumkannya kepada pembeli, bukan mengambil hak yang bukan miliknya. Ia percaya, rezeki yang benar datang dari jalan yang berkah dan dari situ pula Allah akan membukakan lebih banyak pintu kebaikan.
Tak hanya memikirkan dirinya sendiri, Farich juga berusaha memakmurkan karyawan yang saat ini berjumlah empat orang. Ia memastikan hak-hak mereka terpenuhi, memberikan gaji yang layak, agar mereka bisa bekerja maksimal dengan potensi terbaiknya. Baginya, ketika karyawan sejahtera, usaha pun akan tumbuh dengan lebih kuat dan penuh keberkahan.
Di tengah kesibukannya mengelola warung, Farich tetap gigih menempuh pendidikan di UIN Sunan Kalijaga. Membagi waktu antara kuliah dan usaha bukan perkara mudah. Ia harus pintar-pintar menentukan prioritas, mendahulukan apa yang benar-benar penting. "Capek bangett, kadang iri lihat yang lain bisa kuliah sambil main sedangkan saya ada waktu main sedikit pun sudah alhamdulilah" ujar Farich.