Jadi, kau yang merasuki suara itu? Lalu menjadikanya indah; kauhiasi hingga kudapati sesuatu yang sangat realis. Syahdunya syahwat, merdunya sampai heningkan lajur fitrah akal ini
Kau arahkan aku kepada syahwat, hingga kunikhmati saban larik yang mewakili kata-kata di buah lisani, hingga tak sadar kuberanikan diri untuk berkata rindu.
Entah, atau memang aku yang munafik sebab analogi absurd yang kupertahankan. Sungguh, aku tak bisa pungkiri, dan Tuhan tahu itu.
Kepada inginmu, aku merasa bodoh, mendamba-damba segala yang binasa
Selalu sangat mencintai dawainya asmara dengan dahaga dan angan-angan yang panjang
Entah, sejak kapan otak ini meninggalkan aku dan pergi menyukai kegilaan
Mengagumi nafsu, memuja-muja semua yang hina; semua sifat halus dengan kenikhmatan yang teramat salah.
Kapan ada kulihat jenuh merasuki birahi?
Tak pernah ada!
Kapan terakhir hati merunduk sebelum pergi, Aku tak ingat!
Kau menjebak banyak orang dengan syahwat yang tak baik
Meski dirimu kuakui sangat intelek, hingga menjadikan aku munafik dan buta kepada Tuhanku.
Created By : Â Nahar
Tanggerang, 09 Maret 2021
_________________________________