Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tatapan Itu...

4 Juni 2016   08:55 Diperbarui: 27 Desember 2016   19:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.mentari.biz/

Tajam menyelidik tanpa kedip. Mengikuti gerak langkah saya ketika masuk ke salon itu. Dengan bola mata lebar, tatapan wanita paruh baya itu tampak jelas dan memancing rasa ingin tahu. "Ada apa gerangan hingga ia menatapku sedemikian rupa?" Ingatan ini tak juga menemukan siapa pemilik mata indah bola pingpong...eh salah.. itu lagu ding.. 

Agak risih sebenarnya ditatap seperti itu, tapi yaa.. selebritis papan atas (nggak ada papan bawah karena dimakan rayap) harus bisa bergaya cuek. Kudu bisa memancarkan aura 'gue kagak peduli', meski penasaran... 

Jadilah saya duduk anggun di kursi salon. Tegak lurus melihat cermin. Tentu saja sambil melirik ke wanita itu. Eh ndilalah... Dia masih melihat tajam. Insting saya langsung bermain, 'Jangan-jangan ini ibu sayur di pasar kemarin.. '. Tapi kayaknya bukan deh. 

Tak lama seorang laki-laki berkaos merah masuk. Berbincang sebentar dengannya. Lalu keluar lagi. Si ibu bertubuh subur itu pun memulai kisahnya. Sambil dipijat tangannya, ia berkisah tentang perjalanan bisnisnya. Rupanya dia pengusaha transportasi. Ada beberapa unit bis miliknya, beroperasi dari kota J ke pulau B. Terdengar decak kagum karyawan salon. 

Dia bercerita juga kalau saat ini sedang liburan di Sby. Sudah 2 bulan 15 hari. Jelas sekali ada nada bangga dalam suaranya. Ia berlibur bersama suami. Diantar sopir. Biaya hotel juga tidak lupa dia ceritakan. 

Lalu dia berkata, "Suami Ibu ini 12 orang. Itu yang masuk tadi, pake kaos merah, suami ke 12". Krik...krik.. Suasana ndadak senyap. Decakan hilang. Komentar singkat dari karyawan salon lain yang tadinya ikut menimpali tiba-tiba...wusss... semua sibuk serius nangani rambut klien masing-masing. Saya? Tidak diragukan lagi... nglirik juga lewat kaca! Dalam diam tentunya. 

"Suami Ibu banyak dari luar. Ada yang dari Malaysia, Singapore, Australia, Amerika, ...." (lupa mana lagi... Nyesel dulu Geografi saya sering bolos, jadi nggak gampang inget nama negara). Kisah itu ditutup dengan senyum lebar. Pegawai yang memijat pundaknya berkomentar, "Wah... dari seluruh dunia ya, Bu?" Kok dia lebih cepet hafal nama negara ya? 

"Iya... " Lanjut si ibu perkasa ini, "Semuanya Ibu ambil hartanya. Mereka itu kaya-kaya lho, Mas. Ibu nikahi mereka..." (tiiittt... sensor.. berisi tips yg tidak sehat utk telinga pembaca). Intinya rasa penasaran saya terjawab, darimana modal untuk usaha transportasinya. 

"Mas tahu, Ibu ini usianya berapa?" Polos banget si Mas njawab, "Nggak tahu, Bu". 

"Ibu umur 62 tahun. Suami Ibu tadi 30 tahunan". Well, jujur psikolog juga manusia. Saya noleh ke ibu itu terang-terangan. Pelanggan sebelah saya juga noleh ke ibu itu. Hairdresser saya juga. Hmmm... hampir semuanya di salon kecil itu menengok ke dirinya. "Tapi Ibu nggak keliatan kalau sudah 62", kata si Mas. Mendengar pujian itu, si ibu tertawa lebar. 

Akhirnya dia selesai. Keluar salon diiringi suami tercinta. Berjalan bergandengan tangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun