Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Panduan Bagi Orangtua Bila Menemukan Jejak Tindakan Kekerasan Seksual pada Anak

14 Juli 2015   02:04 Diperbarui: 22 Maret 2022   00:28 11575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ilustrasi, Shutterstock

Kasus pelecehan anak kembali terjadi. Kali ini menimpa seorang anak berusia 8 tahun. Ia mengalami pencabulan di sekolah, SD Anugerah School, Sidoarjo (Guru Biarkan Pencabulan, Koran Surya, 13 Juli 2015). Menurut orangtua, para guru sudah mengetahui peristiwa pencabulan itu, bahkan bukan hanya terhadap satu anak saja, tetapi pada beberapa anak. Orangtua sudah melapor pada pihak sekolah tapi hingga kasusnya mencuat, tidak ada tindakan dari sekolah. Pelaku yang diduga melakukan tindak kekerasan seksual itu tetap bekerja di sekolah tersebut hingga saat ini.

Miris bukan? Sekolah yang harusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak berubah menjadi tempat terkutuk dan menyeramkan. Para guru yang berfungsi sebagai pengganti orangtua di sekolah pun tampak kehilangan hati nuraninya. Mereka "mendiskon" fungsinya hanya sebagai pengajar saja. Bukan lagi sebagai pendidik dan pengayom bagi anak-anak kecil yang tidak berdaya ini.

Sebagaimana kita ketahui bahwa anak-anak dilindungi oleh hukum. Kriteria anak-anak adalah mereka yang berusia dibawah 18 tahun, termasuk janin. Tidak ada diskriminasi dalam perlindungan anak, termasuk anak yang sudah menikah (anak yang dinikahkan pada usia anak).

Dasar Hukum

Sesuai dengan UU no 35 tahun 2014 tentang perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 15 huruf f, bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual, jika anak mendapatkan kekerasan seksual maka pelaku diancam dengan hukuman minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, atau denda 5 miliyar (pasal 81, ayat 1). Jika pelaku orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga pendidikan maka ancaman pidana ditambah sepertiga (1/3) dari ancaman pidana sebelumnya (pasal 81, ayat 3).

Ciri-ciri Anak yang Mengalami Kekerasan Seksual

Orangtua harusnya adalah orang yang paling tahu kondisi anaknya, namun berbagai faktor membuat orangtua tidak peka. Sehingga mereka baru mengetahui kalau anaknya mengalami kekerasan seksual setelah peristiwa itu berulang untuk ke sekian kalinya. Bisa jadi orangtua tidak memahami apa yang terjadi dengan anaknya. Untuk itu saya kutipkan di sini ciri-ciri anak yang telah mengalami kekerasan seksual (sumber : Leaflet dari Pusat Pencegahan dan Penanganan Trauma Psikologis, link 1) :

  1. Perubahan perilaku sehari-hari :
    • Munculnya kembali perbuatan-perbuatan seperti mengompol, mimpi buruk, menghisap jempol, takut pada orang lain, kehilangan kemampuan (misalnya dahulu bisa bernyanyi dengan baik sekarang tidak bisa), dan sebagainya.
    • Penampilan menjadi tidak bersih dan tidak rapi
    • Sering melamun dan kurang konsentrasi
    • Menurunnya prestasi belajar
    • Menutup anggota tubuhnya dengan rapat untuk menjaga agar orang lain tidak melihat bekas-bekas kekerasan seksual, atau bisa juga tidak mau berpakaian lengkap (terutama celana) karena rasa sakit dibagian tubuhnya
    • Cara berjalan yang terlihat berbeda. Ini akan lebih jelas bila anak mengalami perlakuan seksual dengan sodomi.
  2. Perubahan perilaku seksual. Setelah menjadi korban kekerasan seksual, ada anak menjadi jijik dengan perilaku seksual, tetapi ada pula yang seolah menikmati sebagai pengalaman baru yang menyenangkan, sehingga mereka meniru dan mengulanginya. Pada anak yang menyukai pengalaman seksual itu, perubahan yang terjadi adalah:
    • Sering menunjukkan alat kelamin pada orang lain
    • Masturbasi (berusaha merangsang alat kelamin sendiri)
    • Mengulangi perilaku seksual pada anak lain, misalnya meraba tubuh temannya
    • Berlama-lama mandi dan menutup atau mengunci pintu kamar
    • Memasukkan benda ke dalam alat kelaminnya
    • Membuat gambar-gambar porno, dan sebagainya
  3. Dampak psikologis
    • Kehilangan harga diri, menilai negatif terhadap diri sendiri dan mungkin mengalami trauma.
    • Merasa bersalah
    • Depresi dan berpikiran untuk bunuh diri
  4. Untuk anak di bawah 5 tahun, mungkin efeknya tersembunyi. Mereka belum sepenuhnya memahami kekerasan seksual yang mereka alami sehingga tidak terlalu terganggu. Tetapi, efek kekerasan ini akan muncul di masa yang akan datang. Anak kecil yang menikmati pengalaman seksualnya mungkin akan terdorong untuk mengulangi dengan cara prostitusi.

Sikap Orangtua Bila Menemukan Tanda Kejanggalan pada Anak

Bila Anda menemukan tanda kejanggalan atau perubahan perilaku pada anak-anak Anda, atau anak orang lain, berikut ini ada hal yang bisa Anda lakukan:

  • Dengarkan cerita anak dengan baik. Jangan menyela atau menganggapnya sebagai "khayalan" anak. Bisa jadi ceritanya tidak runtut. Sepenggal-penggal. Untuk itu diperlukan kedua telinga yang benar-benar berfungsi untuk mendengarkan.
  • Bersikap tenang. Bila cerita anak ternyata benar bahwa dia mengalami kekerasan seksual, Anda harus bersikap tenang. Tidak ada gunanya marah pada anak, berteriak, atau memukulnya. Reaksi panik orangtua akan membuat anak takut. Dia tidak akan mau bercerita lebih lanjut, padahal informasi lebih dalam diperlukan orangtua untuk menentukan langkah selanjutnya.
  • Berdiskusi dengan pasangan/anggota keluarga lain untuk tindakan pencegahan, misalnya : anak tidak ditinggal tetapi pengantar tetap menunggu di sekolah, meminta anak untuk menunjukkan siapa pelakunya, dan sebagainya.
  • Setelah mendapatkan bukti-bukti yang Anda rasakan cukup, datangi pihak sekolah untuk melaporkan kasus tersebut. Bila tidak ada tanggapan, maka langkah berikut ini bisa Anda lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun