Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Disonansi Kognitif, Makin Lebar Makin Menderita

28 Juni 2017   04:24 Diperbarui: 13 April 2022   13:11 14297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia akan mencari cara untuk menghilangkan disonansi kognitifnya antara lain dengan :

1. Mengganti keyakinannya. Kedengarannya merdu di telinga ya.. Tapi susah pelaksanaannya. Emang gampang mengganti keyakinan? Kalau gampang sih, program deradikalisasi bakalan sukses mengembalikan para teroris ke jalan yang benar. Lha kalau susah, kenapa ditulis di nomor satu dong? Soalnya kalau saya taruh di no. 2, trus nomor satunya apa dong? 

Keyakinan (beliefs) ini relatif permanen sifatnya. Biasanya karena ditanamkan oleh lingkungan berulang kali, dalam waktu lama, dan diberikan penguatan (reinforcement) tiap kali terjadi. Misalnya : Anak yang dididik sejak kecil bahwa membantah atau melawan orangtua adalah anak durhaka. Titik. Tidak ada penjelasan lanjut. Maka ketika orangtua memukul seenaknya, yang sebenarnya mengarah pada tindak kekerasan, anak diam saja. Dia tidak berani melawan karena yakin bahwa dirinya durhaka bila menangkis pukulan ayahnya. 

Keyakinan seseorang bahwa ada surga menantinya bila ia berhasil membasmi para musuh akan mendorongnya untuk fokus pada janji surga tersebut, bukan pada tindakan pembasmian yang direncanakan/dilakukan. Bila keyakinan ini diganti dengan keyakinan lain bahwa tindakan di dunia juga merupakan penentu apakah dia masuk surga atau tidak, maka (diharapkan) perilakunya berubah juga. 

2. Mengubah perilaku agar sesuai dengan pemikiran. Kalau tahu merokok tidak baik untuk kesehatan, maka orang itu akan mengurangi jumlah batang rokoknya. Hal ini membuat dirinya nyaman secara psikologis. Cuman yaaa.. Nggak mudah juga mengubah perilaku khan? Udah kadung enak, nyaman, kok suruh berubah? Biasanya untuk pilihan mengubah perilaku, individu butuh dimotivasi dari luar. Misalnya diberi uang tiap kali berhasil mengurangi rokok; ada cash back 100 rupiah kalau belanja bawa kantong plastik sendiri; diberi bonus bila mampu mencapai target, dan sebagainya. 

Bisa nggak perilaku yang baru malah bernilai negatif? Ya, bisa saja. Contoh : Seseorang yang dididik sejak kecil bahwa mencuri adalah perbuatan terkutuk dan dosa, bekerja pada sebuah instansi yang hampir semuanya korupsi. Budaya korupsi mengganggunya, tapi karena dia butuh pekerjaan, ia tetap bekerja di sana. Ternyata dia melihat, mengamati, menyaksikan bahwa tidak ada sanksi apapun terhadap pelaku korupsi. Akhirnya dia pun korupsi. Bukan hanya perilakunya yang berubah sama dengan lingkungannya, tapi sekaligus keyakinannya. 

3. Rasionalisasi untuk membenarkan diri. Biasanya nih.. terjadi pada mereka yang gagal diet or gagal berhenti merokok. "Setelah gue perhatikan, nggak ada tuh orang mati karena merokok. Lagian siapa sih yang nggak bakalan mati?" sambil mengepulkan asap rokok bentuk kotak-kotak. Itu contoh rasionalisasi. Orang itu memang benar sih. Nggak ada orang meninggal karena merokok, yang ada meninggal karena jantungnya berhenti. Ya khan? *melet*. Orang yang gagal diet seringnya bilang gini nih kalau ditawarin makanan : "Kita khan nggak boleh nolak rejeki dong. Ntar kalo nolak, dikiranya kita sombong..". 

Pembenaran diri (self-justification) dilakukan agar tercipta kedamaian dalam hati. Soalnya kan nggak enak terus-terusan konflik batin, ya nggak? Seseorang bisa jadi berkata pada dirinya sendiri, "Nggak apa-apalah belanja segini banyak, siapa tahu nanti diperlukan". Membenarkan diri dengan mencari dalih rasional terhadap suatu tindakan adalah lumrah dilakukan orang. Secara refleks, orang akan berusaha mempersempit kesenjangan kognitif dengan mencari dalih. 

Dalam rangka merasionalisasi disonansi kognitifnya, individu akan "menghilangkan" informasi yang tidak mendukung. Mengabaikan fakta yang ada. Suatu kelompok yang yakin banget bumi ini datar, sehingga kalau kita jalan lurus akan tiba pada tepi bumi dan... pluungg.. kejebur entah ke mana, akan mengabaikan foto-foto satelit yang menunjukkan bahwa bumi bulat adanya. Contoh lain : Orang-orang yang didoktrin bahwa pimpinan negara saat ini telah berlaku tidak adil pada sekelompok orang akan "buta" pada fakta-fakta kesalahan hukum. "Kami hanya mau melihat fakta yang sesuai dengan dalih kami, selebihnya itu hoax!". Bikin gondok nggak kalo ketemu orang kayak begitu? Pengen nggaruk tembok.. hiks.. 

Sssttt.. saran saya kalau ketemu makhluk model begitu, yang mati-matian menolak fakta/informasi yang benar, yang bersikeras kalau perilakunya paling benar sedunia (padahal daya rusaknya ngalahin Hulk pas lagi ngamuk), udah.. nggak usah pake emosi dalam berargumen. Ntar malah Anda sendiri kena serangan jantung. Nggak percaya? 

4. Mengurangi pemikiran yang tidak selaras dan menyajikan pemikiran yang konsonan (selaras). Pemikiran yang tidak selaras dengan perilaku dikurangi tingkatnya dengan cara memberikan pemikiran baru yang lebih selaras. Dengan demikian kita berharap orang itu akan berubah lebih baik. Kembali pada contoh berhenti merokok. Si bapak punya anggapan kalau merokok itu tidak baik untuk kesehatan. Dia sudah melihat video dampak rokok pada kesehatan paru-paru. Dia juga beranggapan kalau tidak merokok akan membuat dia tidak bisa berpikir. Di sini perlu diberikan alternatif pemikiran : Mana yang lebih penting dalam hidupnya? Anak atau rokok? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun