Mohon tunggu...
Nafista Kurnia Putri 28
Nafista Kurnia Putri 28 Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa pendidikan Islam Anak Usia Dini

Bermanfaat untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Pintar tapi Tidak Bahagia, Apa Gunanya?

25 April 2020   10:57 Diperbarui: 25 April 2020   11:48 2019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Banyak orang tua yang menginginkan anaknya pintar saja sehingga terkadang cenderung memaksa. Mulai dari disekolahkan di sekolah favorit, diikutkan les sana sini, diikutkan kegiatan ekstrakurikuler ini itu, dan lain sebagainya. Membuat orang tua lupa apakah anak tersebut benar-benar bahagia dan nyaman menjalani itu semua.

Menurut Bunda Elly Risman, Psikolog anak mengatakan bahwa "Pintar itu ada waktunya. Karena yang dahulu berkembang adalah pusat perasaan, anak usia dini (balita) harus jadi anak bahagia bukan jadi anak pintar". Tanpa kebahagiaan, apapun pencapaian anak di kemudian hari akan kurang sempurna.  Karena kebahagiaan adalah dasar kehidupan.

Perlu diketahui bahwa hal pertama yang tumbuh pada anak itu adalah pusat perasaannya yang dalam psikolog disebut dengan emosi. Ungkapan yang sering disampaikan orang tua kepada anak laki-lakinya "Anak laki-laki tidak boleh cengeng! masa jatuh gitu aja nangis". Padahal menangis adalah bentuk ekspresi emosi pertanda anak tersebut normal. Justru yang seharusnya dilakukan orang tua adalah mengungkap kenapa anak menangis. Jadi, pentingnya untuk terus tau apa yang dirasakan anak dan menjaga perasaan anak. Berikan kebahagiaan pada masa kecil anak.

Keluarga yang mampu menjadi curahan keluh keluh kesah anak, merubahnya menjadi bahagia, optimis, mandiri, dll itulah yang dinamakan keluarga hebat. Begitu juga dalam berkomunikasi dengan anak, sering kali orang tua menganggap obrolan anak tidak penting, padahal sangat penting bagi mereka. 

Mendengarkan anak dengan kontak mata yang hangat sangat penting untuk menumbuhkan penghargaan diri pada jiwa anak. Serta menanggapinya dengan lemah lembut dan hangat akan menumbuhkan cinta dan kedekatan dengan anak. Anak pun akan mendengarkan dengan baik ketika orang taunya berbicara.

Banyak orang tua yang ingin disayang oleh anaknya ketika tua nanti tapi tak pernah menanam cinta dan kasih sayang. Ingin dirindukan oleh anaknya di saat renta tapi tak punya waktu untuk tertawa bersama. Kadang kita merasa cukup bekerja seharian bisa membeli semuanya, sehingga tak mengerti apa yang dialami anak.

Bunda Elly risman mengatakan "Biarkan anak melewati kesulitan hidup. Tak masalah anak alami sedikit luka, sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat, sedikit kehujanan. Jangan hanya peduli pada IQ anak saja, tapi juga peduli EQ nya. Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan, ini yang disebut dengan Adversity Quotient (AQ) yaitu kecerdasan menghadapi kesulitan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

Jadi pentingnya pendidikan Growth Mindset pada anak. Anak akan cenderung memiliki daya tahan terhadap kegagalan yang lebih, jadi anak tidak takut gagal, tidak minder karena ia diajari bahwa proses itu jauh lebih penting dari pada hasil sehingga anak tidak mudah menyerah. Misalnya membuat kue itu ada cara atau prosesnya, bukan asal selesai begitu saja.

Biarkanlah anak mencoba. Ketika kita memberi anak kesempatan untuk mencoba, hasilnya akan sangat menakjubkan. Anak merasa gembira luar biasa. Anak merasa bangga dan percaya diri yang tinggi dari peristiwa yang biasa-biasa saja. Jangan sedikit-sedikit membantu. Botol minum susah untuk dibuka "sini ...mama saja", tali sepatu lama ngikatnya, "biar ayah saja". Kalau begitu terus, kapan anak bisa? Berikan kesempatan pada anakmu untuk belajar. membiarkan anak mengalami kesulitan saat ini, sama saja kita membantu ia menghadapi kesulitannya di masa depan nanti.

Penelitian (Mahoney, Durlak, Weissberg 2018) menunjukkan bahwa anak yang terlatih aspek sosial emosinya lebih mampu meningkatkan keterampilan, kecakapan akademik, serta memiliki kesehatan mental-emosi dan perilaku sosial yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak dilatih sosial emosinya. Otak emosi berkembang pesat ketika anak usia 0-7 tahun. 

Di saat Pandemi Covid 19 ini, sebenarnya orang tua  dan pendidik harus lebih pintar dalam menerapkan sistem pembelajaran di rumah yang menyenangkan dan tetap memperhatikan tumbuh kembang anak sesuai usia. Kematangan emosi mendukung adalah kunci anak cerdas sehingga menentukan kesiapan anak untuk belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun